Konflik Memanas: Harvard Gugat Balik Pemerintah AS Terkait Pembatasan Mahasiswa Asing

Harvard Melawan: Gugatan Dilayangkan Terhadap Pemerintah AS Atas Pembatasan Mahasiswa Asing

Konflik antara Universitas Harvard dan pemerintahan Presiden Donald Trump mencapai titik didih dengan gugatan balik yang diajukan oleh pihak universitas. Tindakan hukum ini merupakan respons terhadap serangkaian kebijakan kontroversial yang diterapkan oleh pemerintahan Trump, yang berujung pada pencabutan hak Harvard untuk menerima mahasiswa asing.

Rangkaian Perseteruan yang Memuncak

Perseteruan ini bermula sejak beberapa bulan pasca serangan 7 Oktober 2023 di Israel selatan serta serangan Israel di Gaza yang mengakibatkan tewasnya puluhan ribu warga Palestina. Ketegangan meningkat ketika Presiden Harvard saat itu, Claudine Gay, memberikan kesaksian di hadapan Kongres mengenai respons universitas terhadap aksi protes pro-Palestina. Kesaksian ini memicu kemarahan, terutama dari kalangan politisi Partai Republik, yang menyerukan tindakan tegas.

Setelah menjabat pada Januari 2025, Trump merealisasikan janjinya untuk menindak protes pro-Palestina dan program DEI di berbagai universitas. Serangkaian perintah eksekutif dikeluarkan, mengarahkan lembaga pemerintah untuk mengambil tindakan terhadap program DEI di lembaga swasta dan meningkatkan upaya memerangi anti-Semitisme di kampus.

Gugus Tugas Anti-Semitisme dan Pemangkasan Dana

Departemen Kehakiman AS (DOJ) membentuk gugus tugas khusus untuk memberantas pelecehan anti-Semit di sekolah dan kampus. Gugus tugas ini mengumumkan rencana kunjungan ke sepuluh universitas, termasuk Harvard, terkait tuduhan kegagalan melindungi siswa dan staf Yahudi dari diskriminasi.

Pemerintahan Trump juga mengambil langkah drastis dengan memangkas dana federal sebesar $400 juta untuk Universitas Columbia, dengan tuduhan bahwa universitas tersebut terus menerus mengabaikan pelecehan terhadap mahasiswa Yahudi. Surat peringatan juga dikirimkan kepada Harvard dan puluhan universitas lainnya, mengindikasikan potensi tindakan penegakan hukum lebih lanjut.

Tuntutan Kontroversial dan Penolakan Harvard

Pemerintah AS kemudian menyampaikan serangkaian tuntutan kepada Harvard, termasuk perombakan tata kelola, reformasi praktik penerimaan mahasiswa, penolakan mahasiswa yang dianggap memusuhi nilai-nilai Amerika, penghapusan program keberagaman, dan audit terhadap beberapa program akademik. Rektor Harvard, Alan Garber, menolak mentah-mentah tuntutan tersebut, menegaskan bahwa universitas tidak akan menyerahkan independensinya atau hak-hak konstitusionalnya.

Akibat penolakan ini, pemerintah AS membekukan pendanaan untuk Harvard, termasuk hibah dan kontrak multi-tahun senilai miliaran dolar. Trump bahkan mengancam akan mencabut status bebas pajak Harvard, menuduh universitas tersebut mempromosikan ideologi politik dan mendukung terorisme.

Gugatan Balik Harvard dan Tuduhan Pelanggaran Konstitusi

Departemen Keamanan Dalam Negeri meminta Harvard untuk menyerahkan catatan aktivitas ilegal dan kekerasan yang dilakukan oleh mahasiswa asing, mengancam akan mencabut persetujuan Program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung universitas. Sebagai respons, Harvard mengajukan gugatan terhadap pemerintahan Trump, menuduh bahwa pemotongan dana dan tindakan lainnya melanggar Amandemen Pertama Konstitusi AS, Klausul Proses Hukum, dan Undang-Undang Prosedur Administratif.

Puncak dari konflik ini adalah pencabutan Program Mahasiswa dan Pertukaran Pengunjung Harvard oleh Menteri Keamanan Dalam Negeri Kristi Noem, yang secara efektif menghentikan penerimaan mahasiswa asing baru. Menanggapi tindakan ini, Harvard menegaskan komitmennya untuk mempertahankan kemampuan universitas dalam menampung mahasiswa dan akademisi internasional.

Gugatan yang diajukan oleh Harvard di pengadilan distrik Massachusetts menuduh pemerintahan Trump melakukan pelanggaran yang terang-terangan terhadap Konstitusi AS. Universitas tersebut berencana untuk mengajukan perintah penahanan sementara terhadap keputusan administratif tersebut.

Rektor Harvard mengutuk tindakan pemerintah sebagai tindakan yang melanggar hukum dan tidak beralasan, yang membahayakan masa depan ribuan mahasiswa dan akademisi di Harvard dan universitas lain di seluruh negeri.