Profesi Ini Paling Sulit Mendapatkan Persetujuan KPR, Mengapa?

Mendapatkan persetujuan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) bukanlah proses yang mudah. Bank sebagai pemberi pinjaman akan melakukan serangkaian evaluasi mendalam terhadap calon debitur, terutama terkait kemampuan finansial. Salah satu faktor krusial yang menjadi pertimbangan adalah jenis pekerjaan dan stabilitas penghasilan. Meskipun setiap individu dengan pekerjaan apa pun berhak mengajukan KPR, ada beberapa profesi yang secara statistik lebih sulit mendapatkan lampu hijau dari bank.

Pada dasarnya, bank mempertimbangkan risiko gagal bayar saat menyetujui KPR. Pekerjaan yang dianggap berisiko tinggi atau memiliki ketidakpastian pendapatan seringkali menjadi perhatian utama. Hal ini bukan berarti profesi-profesi tersebut pasti ditolak, namun proses evaluasinya cenderung lebih ketat dan membutuhkan persyaratan tambahan.

Berikut adalah beberapa kategori pekerjaan yang umumnya menghadapi tantangan lebih besar dalam pengajuan KPR:

  • Pekerjaan Berisiko Tinggi: Profesi yang melibatkan risiko kecelakaan serius atau bahkan kematian, seperti penambang, petugas pemadam kebakaran, dan pelaut, seringkali dianggap kurang ideal oleh bank. Risiko ini dikhawatirkan dapat mengganggu kemampuan debitur untuk melanjutkan pembayaran cicilan KPR.
  • Pekerja Lepas (Freelancer): Salah satu syarat utama pengajuan KPR adalah bukti penghasilan tetap, biasanya berupa slip gaji. Freelancer seringkali tidak memiliki slip gaji atau bukti penghasilan yang stabil, sehingga sulit bagi bank untuk memverifikasi kemampuan membayar cicilan.
  • Wiraswastawan: Meskipun potensi penghasilan wiraswastawan bisa sangat besar, bisnis seringkali mengalami fluktuasi. Selain itu, pelaku UMKM umumnya tidak memiliki slip gaji, sehingga bank kesulitan memvalidasi pendapatan mereka.
  • Pekerja Sektor Informal: Pekerja informal, seperti pedagang kaki lima, tukang becak, dan pengemudi ojek, umumnya tidak memiliki kontrak kerja yang jelas atau jaminan pendapatan tetap. Hal ini membuat bank kesulitan menilai kemampuan finansial mereka.

Selain jenis pekerjaan, faktor lain yang dapat mempengaruhi persetujuan KPR adalah tingkat penghasilan. Jika penghasilan calon debitur terlalu rendah dibandingkan dengan besaran cicilan KPR, bank kemungkinan akan menolak pengajuan tersebut. Oleh karena itu, penting untuk memastikan bahwa cicilan KPR tidak melebihi sepertiga dari total pendapatan bulanan.

Bagi masyarakat berpenghasilan rendah (MBR), pemerintah menyediakan program rumah subsidi dengan skema KPR subsidi atau Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Program ini menawarkan suku bunga tetap yang lebih rendah dan terjangkau, serta persyaratan yang lebih ringan dibandingkan KPR komersial. Batas gaji MBR yang memenuhi syarat untuk program ini adalah maksimal Rp 12 juta untuk individu lajang dan Rp 14 juta untuk keluarga.

Kendati demikian, penting untuk diingat bahwa penolakan KPR bukanlah akhir dari segalanya. Ada beberapa langkah yang dapat diambil untuk meningkatkan peluang persetujuan di masa mendatang, seperti:

  • Meningkatkan Skor Kredit: Pastikan memiliki riwayat kredit yang baik dengan membayar tagihan tepat waktu dan menghindari tunggakan.
  • Menyiapkan Uang Muka Lebih Besar: Uang muka yang lebih besar akan mengurangi jumlah pinjaman dan risiko bagi bank.
  • Mencari Penjamin: Jika memungkinkan, ajukan KPR dengan penjamin yang memiliki riwayat keuangan yang stabil.
  • Berkonsultasi dengan Ahli Keuangan: Dapatkan saran dari ahli keuangan untuk mempersiapkan diri secara finansial sebelum mengajukan KPR.

Dengan persiapan yang matang dan strategi yang tepat, impian memiliki rumah sendiri melalui KPR tetap dapat diwujudkan, terlepas dari jenis pekerjaan yang dimiliki.