Aksi Unjuk Rasa Peringatan Reformasi di Balai Kota Berujung Penangkapan: Belasan Mahasiswa Trisakti Ditetapkan Sebagai Tersangka
Unjuk rasa yang digelar oleh mahasiswa Trisakti di depan Balai Kota Jakarta pada Rabu (21/5/2025), dalam rangka memperingati momentum reformasi, berujung pada kericuhan dan penangkapan. Pihak kepolisian dari Polda Metro Jaya telah memulangkan 78 mahasiswa yang sebelumnya diamankan, sementara 15 lainnya ditetapkan sebagai tersangka dan ditahan.
Kombes Pol Ade Ary Syam Indradi, Kabid Humas Polda Metro Jaya, menjelaskan bahwa 78 mahasiswa yang dipulangkan telah diserahkan kembali kepada keluarga masing-masing. Namun, proses hukum tetap berlanjut bagi 15 mahasiswa yang diduga terlibat dalam aksi anarkis.
Adapun identitas ke-15 mahasiswa yang ditetapkan sebagai tersangka adalah TMC, ARP, RN, FMM, AAA, RYD, MKS, ENAH, IKBJY, MR, JU, NSC, ZFP, AH, dan WPAR. Mereka dijerat dengan berbagai pasal dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), termasuk:
- Pasal 160 KUHP tentang penghasutan
- Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan
- Pasal 351 KUHP tentang penganiayaan
- Pasal 212 KUHP tentang melawan petugas
- Pasal 216 KUHP tentang tidak menuruti perintah petugas
- Pasal 218 KUHP tentang mengadakan unjuk rasa tanpa izin
Menurut Kombes Pol Ade Ary, peran para tersangka bervariasi, mulai dari menghasut massa untuk melawan petugas kepolisian dan pengamanan dalam (Pamdal) Balai Kota, hingga melakukan kekerasan fisik terhadap aparat.
"Para tersangka melakukan tindak pidana pengeroyokan atau kekerasan secara bersama-sama di muka umum, penganiayaan, dan melawan petugas," ungkap Kombes Pol Ade Ary. Tindakan kekerasan tersebut meliputi mendorong, menggencet, memukul, menendang, membanting, menggigit, serta merusak pagar gerbang Balai Kota yang dijaga oleh petugas Pamdal.
Selain 15 mahasiswa yang telah ditangkap, polisi juga tengah memburu seorang mahasiswa Trisakti lainnya berinisial MAA yang telah ditetapkan sebagai tersangka dan masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO).
Kericuhan dalam aksi unjuk rasa tersebut bermula ketika massa mencoba menerobos masuk ke area Balai Kota. Menurut keterangan polisi, massa mendobrak pintu keluar Balai Kota dan memaksa masuk meskipun telah dihadang oleh petugas. Dalam insiden tersebut, tujuh anggota kepolisian mengalami luka-luka akibat kekerasan yang dilakukan oleh massa.
Direktur Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menjelaskan bahwa aksi unjuk rasa tersebut berkaitan dengan aspirasi pengakuan negara atas tragedi mahasiswa 1998. Pihaknya berharap agar negara mengakui dan bertanggung jawab atas gugurnya mahasiswa saat gerakan reformasi 1998.