Defisit Anggaran Bawaslu Hambat Pengawasan Pemungutan Suara Ulang Pilkada

Defisit Anggaran Bawaslu Hambat Pengawasan Pemungutan Suara Ulang Pilkada

Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) menghadapi kendala serius dalam mengawasi pelaksanaan pemungutan suara ulang (PSU) Pilkada serentak. Ketua Bawaslu, Rahmat Bagja, mengungkapkan defisit anggaran yang signifikan sebesar Rp 90 miliar dalam rapat kerja bersama Komisi II DPR di Jakarta, Senin (10/3/2025). Angka ini merupakan selisih antara total kebutuhan anggaran PSU yang mencapai Rp 164.560.013.521 dengan sisa dana hibah daerah (NPHD) yang tersedia sebesar Rp 65.393.024.869.

Kekurangan dana ini menimbulkan kekhawatiran terhadap efektivitas pengawasan PSU di seluruh Indonesia. Bagja menekankan bahwa pengawasan yang optimal membutuhkan sumber daya memadai untuk memastikan proses PSU berlangsung jujur, adil, dan transparan. Defisit anggaran ini berpotensi menghambat operasional pengawasan, termasuk perekrutan dan pelatihan pengawas ad hoc, serta pengadaan logistik dan operasional lainnya.

Situasi ini diperparah dengan kondisi di Papua. Anggaran Bawaslu Papua untuk PSU Pilgub hanya disetujui sebesar Rp 42.671.400.000 oleh Pemerintah Provinsi Papua, jauh di bawah usulan awal sebesar Rp 150.975.875.000. Surat Gubernur Papua Nomor 900.1.9/2063/SET tertanggal 6 Maret 2025, mengkonfirmasi pengurangan anggaran yang signifikan ini. Akibatnya, anggaran tersebut hanya cukup untuk membiayai honorarium Panwaslu ad hoc dan Sentra Gakkumdu selama tiga bulan, padahal proses PSU Pilgub Papua membutuhkan pengawasan selama enam bulan (180 hari) sesuai putusan Mahkamah Konstitusi.

Minimnya anggaran ini berpotensi mengganggu pelaksanaan pengawasan PSU di Papua. Bawaslu Papua menghadapi tantangan besar dalam memenuhi kebutuhan pengawasan selama periode yang lebih panjang. Kekurangan dana ini dapat berdampak pada kualitas pengawasan dan berpotensi menimbulkan celah-celah yang dapat dimanfaatkan untuk melakukan kecurangan. Hal ini memerlukan perhatian serius dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah untuk segera mencari solusi atas defisit anggaran tersebut.

Bawaslu berharap DPR dan Pemerintah dapat segera mengambil langkah-langkah konkret untuk mengatasi defisit anggaran ini. Tanpa tambahan anggaran yang cukup, pengawasan PSU Pilkada di seluruh Indonesia, termasuk Papua, berisiko tidak berjalan optimal dan dapat menggoyahkan kepercayaan publik terhadap proses demokrasi. Pengawasan yang efektif dan menyeluruh sangat krusial untuk memastikan integritas dan kredibilitas hasil PSU Pilkada.

Langkah selanjutnya yang perlu dilakukan adalah melakukan evaluasi menyeluruh terhadap proses penganggaran untuk pengawasan pemilu di masa mendatang. Sistem penganggaran yang lebih transparan dan akuntabel perlu diimplementasikan untuk menghindari terjadinya defisit anggaran yang dapat menghambat tugas dan fungsi Bawaslu dalam mengawasi jalannya proses demokrasi. Hal ini penting untuk memastikan terselenggaranya Pilkada yang demokratis dan berintegritas.