Museum Saka Bali: Representasi Budaya Indonesia di Daftar Museum Terindah Dunia 2025
Museum Saka, yang berlokasi di Jimbaran, Bali, telah mendapatkan pengakuan internasional dengan masuk ke dalam daftar Museum Terindah di Dunia 2025 versi Prix Versailles. Pengumuman ini disampaikan bertepatan dengan peluncuran edisi ke-11 Prix Versailles pada tanggal 5 Mei 2025, sebuah ajang penghargaan bergengsi yang memberikan apresiasi kepada karya arsitektur baru dan renovasi dari seluruh dunia.
Sebagai satu-satunya museum dari Indonesia yang berhasil masuk dalam daftar bergengsi ini, Museum Saka sejajar dengan enam museum terkenal lainnya di dunia, termasuk Grand Palais di Paris, Kunstsilo di Norwegia, dan Diriyah Art Futures di Riyadh. Penghargaan ini merupakan bukti nyata keindahan arsitektur museum serta kekayaan dan kedalaman pengalaman budaya yang ditawarkannya kepada para pengunjung.
"Museum SAKA benar-benar telah menjadi tempat kebanggaan budaya dan sumber inspirasi bagi Bali," ungkap Direktur Museum Saka, Judith E. Bosnak.
Museum Saka bukan sekadar bangunan megah dengan desain arsitektur yang mengagumkan, melainkan juga rumah bagi koleksi budaya Bali yang beragam dan mendalam, yang memadukan tradisi dan inovasi secara harmonis. Koleksi museum ini mencakup berbagai aspek kehidupan masyarakat Bali, mulai dari seni rupa, upacara adat, hingga kepercayaan spiritual.
Salah satu koleksi yang paling menarik perhatian adalah ogoh-ogoh, patung raksasa yang menjadi bagian tak terpisahkan dari ritual Nyepi, Hari Raya Nyepi di Bali. Ogoh-ogoh yang dipamerkan di museum ini merupakan karya seni yang unik, yang menggabungkan teknik tradisional dengan sentuhan modern. Salah satu contohnya adalah "robotic ogoh-ogoh" yang inovatif, yang diciptakan oleh seniman I Made Sugiantara dan putranya I Wayan Ponco Maryuda.
Cerita di balik ogoh-ogoh ini sarat dengan makna simbolis, yang menggambarkan tokoh-tokoh mitologi seperti Vishnu, Brahma, dan Sang Boma. Tokoh-tokoh ini melambangkan kekuatan dan keharmonisan alam, serta keseimbangan antara penciptaan dan kehancuran.
Selain ogoh-ogoh, Museum Saka juga memiliki relief Cetra Masa yang menggambarkan makna Nyepi sebagai saat kesunyian yang bukan sekadar kekosongan, melainkan keadaan jernih yang mengundang kontemplasi. Jantra, roda waktu yang dapat diputar oleh pengunjung, mengajak untuk memahami waktu dan ritme kosmik dalam tradisi Bali, yang dipadukan dengan sistem Palelindon, kalender unik yang menghubungkan fenomena alam dan sosial.
Koleksi lain yang tak kalah menarik adalah patung batu, rumah dewa (jampana) dengan patung pratima, serta lontar-lontar kuno yang memuat ilmu pengetahuan dan spiritualitas Bali. Koleksi-koleksi ini merefleksikan kekayaan tradisi dan keterampilan seni yang diwariskan dari generasi ke generasi.
Tradisi penanggalan Bali yang rumit dan sarat makna juga hadir melalui karya seni Tika, kalender tradisional yang mengatur hari baik dan buruk berdasarkan perhitungan wariga. Sementara Palelintangan, kalender bintang Bali, membantu memahami kepribadian melalui penafsiran tanda lintang, menggabungkan unsur spiritual dan sosial masyarakat Bali.
Seni musik juga memiliki tempat tersendiri di Museum Saka, dengan koleksi Gamelan Angklung karya Made Tomblos dari Manggis, Karangasem. Gamelan Angklung ini memperkuat ikatan sosial dan religius komunitas Bali melalui permainan gamelan bersama.
Dengan koleksi yang beragam dan mendalam, Museum Saka bukan hanya menjadi tempat untuk melestarikan warisan budaya Bali, tetapi juga menjadi pusat edukasi dan inspirasi bagi masyarakat luas. Pengakuan internasional yang diraih oleh museum ini semakin menegaskan posisinya sebagai salah satu destinasi wisata budaya terpenting di Indonesia.