KPPU Usut Dugaan Praktik Monopoli Pertamina Patra Niaga di Pasar Elpiji Nonsubsidi

KPPU Usut Dugaan Praktik Monopoli Pertamina Patra Niaga di Pasar Elpiji Nonsubsidi

Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) resmi memulai penyelidikan awal terhadap dugaan praktik monopoli yang dilakukan PT Pertamina Patra Niaga (PT PPN) dalam penjualan Liquefied Petroleum Gas (LPG) nonsubsidi di pasar midstream. Keputusan ini diambil setelah rapat komisi pada 5 Maret 2025 di Kantor KPPU, Jakarta, menyusul temuan indikasi pelanggaran Pasal 17 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktik Monopoli dan Persaingan Usaha Tidak Sehat.

Penyelidikan ini dilatarbelakangi oleh kajian mendalam KPPU selama setahun terakhir. Kajian tersebut fokus pada analisis struktur pasar elpiji nonsubsidi, khususnya pada segmen bulk non-Public Service Obligation (PSO) yang ditujukan untuk pengemasan ulang. Hasil kajian tersebut mengindikasikan adanya potensi praktik monopoli yang merugikan konsumen dan perekonomian nasional. Indikasi kuat yang ditemukan adalah penjualan elpiji nonsubsidi dengan harga tinggi, yang menghasilkan keuntungan berlebih (super normal profit) bagi PT PPN. Kondisi ini mendorong konsumen beralih ke elpiji subsidi 3 kilogram, menciptakan distorsi pasar dan beban tambahan bagi anggaran negara.

Dominasi Pasar dan Keuntungan yang Mencolok

PT PPN, sebagai pemain dominan di pasar elpiji domestik dan impor dengan penguasaan lebih dari 80 persen pasokan, menjadi fokus utama penyelidikan. Selain memasok elpiji subsidi (PSO) untuk masyarakat, PT PPN juga menguasai pasar elpiji nonsubsidi melalui merek BrightGas dan menyuplai gas dalam bentuk bulk kepada perusahaan lain, seperti BlueGas dan PrimeGas. Analisis KPPU terhadap data keuangan PT PPN pada tahun 2024 menunjukkan disparitas yang signifikan. Keuntungan yang diraup dari penjualan elpiji nonsubsidi mencapai sepuluh kali lipat dibandingkan keuntungan dari elpiji subsidi, mencapai angka yang fantastis, sekitar Rp 1,5 triliun.

KPPU menilai praktik ini berpotensi melanggar aturan persaingan usaha yang sehat. Dugaan praktik eksklusif dan eksploitatif yang dilakukan PT PPN, dengan menjual elpiji nonsubsidi dengan harga tinggi kepada konsumen downstream yang juga merupakan pesaingnya di pasar nonsubsidi, menjadi sorotan utama. Hal ini mengakibatkan terganggunya mekanisme pasar yang kompetitif dan merugikan konsumen.

Dampak Berantai terhadap Konsumen dan APBN

Harga elpiji nonsubsidi yang tinggi telah menimbulkan dampak negatif yang meluas. Konsumen beralih ke elpiji subsidi, mengakibatkan peningkatan beban subsidi pemerintah yang telah ditetapkan dalam APBN. Alokasi subsidi pun menjadi tidak tepat sasaran, dan meningkatnya permintaan elpiji subsidi telah mendorong kenaikan impor elpiji, menambah beban devisa negara. Kondisi ini menunjukkan dampak domino yang signifikan dari dugaan praktik monopoli tersebut terhadap perekonomian nasional.

Deputi Bidang Kajian dan Advokasi KPPU, Taufik Ariyanto, menegaskan perlunya penyelidikan awal ini untuk mengungkap secara komprehensif dugaan praktik monopoli tersebut. Hasil penyelidikan akan menentukan langkah selanjutnya, termasuk potensi sanksi yang akan diberikan kepada PT PPN jika terbukti melakukan pelanggaran.

Penyelidikan ini diharapkan dapat menciptakan pasar elpiji yang lebih adil dan kompetitif, melindungi konsumen dari praktik-praktik yang merugikan, serta memastikan efisiensi penggunaan anggaran subsidi pemerintah. KPPU berkomitmen untuk terus mengawasi dan menegakkan aturan persaingan usaha yang sehat di Indonesia.