Polemik Tarif dan Potongan Aplikasi Ojol Mencuat, DPR Siap Dengar Aspirasi Mitra Driver dan Aplikator
DPR Agendakan Pertemuan dengan Kemenhub dan Aplikator Ojol, Soroti Keluhan Mitra Driver
Komisi V DPR RI berencana memanggil Menteri Perhubungan dan perwakilan aplikator ojek online (ojol) untuk membahas berbagai keluhan yang dilayangkan oleh para mitra pengemudi. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap aspirasi yang disampaikan oleh para pengemudi terkait sistem tarif dan potongan aplikasi yang dinilai tidak adil.
Ketua Komisi V DPR, Lasarus, menyampaikan bahwa pemanggilan ini bertujuan untuk mencari solusi terbaik bagi seluruh pihak yang terlibat. Salah satu poin utama yang menjadi perhatian adalah besaran potongan aplikasi yang dianggap memberatkan para pengemudi dan melampaui batas yang telah ditetapkan dalam Keputusan Menteri Perhubungan (Kepmenhub) Nomor KP 1001/2022. Para pengemudi mendesak agar potongan maksimal dibatasi hingga 10 persen.
"Kami akan segera mengadakan Rapat Pimpinan untuk menentukan jadwal pemanggilan aplikator dan pihak Kementerian Perhubungan. Kami akan menyesuaikannya dengan masa sidang yang masih berlangsung," ujar Lasarus usai pertemuan dengan perwakilan mitra pengemudi ojol di Jakarta, Rabu (21/05/2025).
RUU Angkutan Online Disiapkan untuk Lindungi Hak Mitra Driver
Selain membahas masalah tarif dan potongan aplikasi, Komisi V DPR juga tengah menggodok Rancangan Undang-Undang (RUU) Angkutan Online. RUU ini diharapkan dapat memberikan payung hukum yang jelas bagi operasional angkutan online dan melindungi hak-hak para mitra pengemudi.
Lasarus menjelaskan bahwa selama ini, aturan mengenai angkutan online belum menjadi prioritas dalam program legislasi nasional (prolegnas). Namun, mengingat urgensi dan kompleksitas permasalahan yang dihadapi, Komisi V berinisiatif untuk mempercepat penyusunan RUU tersebut.
"Kami akan bekerja cepat untuk menyiapkan naskah akademiknya, kemudian kami akan konsultasikan dengan anggota DPR lainnya. Setelah naskah akademik selesai, akan kami presentasikan di Badan Legislasi (Baleg), lalu dibawa ke Paripurna untuk ditetapkan sebagai prolegnas. Setelah itu, baru akan dimulai tahap pembahasan," jelasnya.
Semula, aturan mengenai angkutan online direncanakan untuk digabungkan ke dalam Undang-Undang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan. Namun, karena lingkupnya yang terlalu luas, akhirnya diputuskan untuk membuat regulasi tersendiri yang khusus mengatur angkutan online.
"UU Angkutan Online ini nantinya akan mengatur berbagai aspek, mulai dari hubungan kerja antara aplikator dan pengemudi, sistem tarif, hingga mekanisme penyelesaian sengketa," imbuh Lasarus.
Mitra Driver Mengeluhkan Ketidakjelasan Sistem Tarif dan Potongan
Dalam pertemuan dengan Komisi V DPR, para mitra pengemudi menyampaikan berbagai keluhan terkait ketidakjelasan sistem tarif dan potongan yang diterapkan oleh aplikator. Mereka merasa tidak dilibatkan dalam penentuan tarif dan tidak memiliki informasi yang transparan mengenai perhitungan pendapatan.
Ade Armansyah, perwakilan dari gabungan Kelompok Korban Aplikator, mengaku telah menjadi mitra ojol selama 10 tahun, namun merasa dirugikan oleh sistem yang ada. Ia menyoroti kurangnya transparansi dalam perhitungan biaya operasional dan pembagian pendapatan.
"Kami merasa seperti sapi perah. Selama 10 tahun ini, mereka tidak pernah menghitung biaya operasional kami, seperti bensin. Kami juga tidak pernah tahu dasar perhitungan mereka dalam menetapkan harga argo sebesar Rp 3.300," ungkapnya.
Ade mencontohkan, untuk perjalanan sejauh 10 kilometer, pengemudi bisa mengalami kerugian hingga Rp 12.000 akibat potongan yang terlalu besar. Ia berharap aplikator dapat lebih terbuka dan adil dalam menetapkan tarif dan potongan.
Raden Igun Wicaksono, Ketua Umum Asosiasi Pengemudi Ojol Garda Indonesia, juga menyoroti besarnya potongan yang bisa mencapai 50 persen dari pendapatan pengemudi. Ia menegaskan bahwa angka ini bertentangan dengan Kepmenhub KP 1001/2022 yang membatasi potongan maksimal 20 persen.
"Selama 3 tahun terakhir, sudah berapa triliun yang diambil dari rekan-rekan driver. Sekarang saatnya kami menagih, kami minta 10 persen untuk mereka dan kami 90 persen," tegas Igun.