Wamenaker Desak Penuntasan Dugaan Pelecehan Seksual oleh Mantan Rektor Universitas Pancasila

Kasus Dugaan Pelecehan Seksual Mantan Rektor Universitas Pancasila: Desakan untuk Transparansi Hukum

Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker), Immanuel Ebenezer, menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang kebal terhadap hukum, termasuk seorang rektor. Pernyataan ini muncul sebagai respons terhadap proses hukum yang sedang berjalan terkait dugaan pelecehan seksual yang dilakukan oleh ETH, mantan Rektor Universitas Pancasila (UP), terhadap dua orang pekerja wanita.

"Rektor tidak bisa berada di atas hukum," tegas Ebenezer usai melakukan audiensi dengan pihak kampus UP dan para korban di Gedung Rektorat Universitas Pancasila pada Rabu, 21 Mei 2025. Ia mendesak aparat penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus ini secara transparan dan adil. Menurutnya, penanganan kasus ini secara terbuka adalah krusial untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di lingkungan kampus.

Ebenezer menyatakan bahwa negara memiliki kewajiban untuk memastikan proses hukum berjalan tanpa adanya intervensi atau penutupan. Kegagalan dalam menangani kasus ini secara transparan, menurutnya, akan membuka peluang bagi tindak pelecehan seksual lainnya terjadi di lingkungan pendidikan.

Ketua Bagian Hukum Pidana Universitas Pancasila, Hasbullah, menjelaskan bahwa ETH telah diberhentikan dari jabatannya sejak Juli 2024. Pemberhentian ini dilakukan setelah adanya laporan dugaan pelecehan seksual yang ditujukan kepada ETH. "Sudah dipecat dari Juli 2024. Sebenarnya dari 12 Juli 2024, sesuai dengan SK Yayasan (Nomor) 177 tersebut," ujar Hasbullah.

Kasus ini bermula ketika dua orang korban melaporkan ETH ke Bareskrim Polri atas dugaan pelecehan seksual yang terjadi pada tahun 2019 dan 2024. Kedua korban adalah pegawai swasta yang perusahaannya pernah menjalin kerjasama dengan Universitas Pancasila. Dalam laporan tersebut, ETH diduga menyalahgunakan posisinya sebagai rektor untuk melakukan tindakan pelecehan seksual kepada kedua korban dalam waktu dan kesempatan yang berbeda.

Tindakan ETH disangkakan melanggar Pasal 5 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual. Laporan kedua korban telah diterima dan teregistrasi dengan nomor STTL/196/IV/2025/BARESKRIM.

Sebelumnya, pada Januari 2024, ETH juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya oleh dua orang korban lainnya, yaitu RZ dan DF. Hingga saat ini, Polda Metro Jaya belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut. Kasus ini terus bergulir dan menjadi perhatian publik, terutama terkait penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban pelecehan seksual.

Rangkaian Kejadian

Kasus ini mencuat setelah adanya laporan dari dua orang korban ke Bareskrim Polri. Korban yang berprofesi sebagai pegawai swasta mengaku mengalami pelecehan seksual oleh ETH pada tahun 2019 dan 2024. Modus yang dilakukan ETH adalah dengan memanfaatkan jabatannya sebagai rektor untuk mendekati dan melakukan tindakan yang tidak senonoh kepada korban.

Sebelum laporan ke Bareskrim Polri, dua korban lain, RZ dan DF, telah melaporkan ETH ke Polda Metro Jaya pada Januari 2024 dengan kasus yang sama. Namun, hingga saat ini, belum ada penetapan tersangka dari pihak kepolisian.

Dengan adanya laporan ini, Immanuel Ebenezer menegaskan bahwa kasus ini harus diusut tuntas. Ia menekankan bahwa tidak ada seorang pun yang boleh kebal terhadap hukum, termasuk rektor. Ia pun mendesak agar proses hukum berjalan transparan dan adil, sehingga keadilan dapat ditegakkan bagi para korban.

Universitas Pancasila sendiri telah mengambil tindakan tegas dengan memberhentikan ETH dari jabatannya sebagai rektor sejak Juli 2024. Hal ini menunjukkan komitmen universitas dalam menangani kasus pelecehan seksual dan memberikan efek jera bagi pelaku.

Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan mantan Rektor Universitas Pancasila ini menjadi sorotan publik dan diharapkan dapat menjadi momentum untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya penegakan hukum dan perlindungan terhadap korban pelecehan seksual.