Evaluasi Dua Dekade Reformasi: Birokrasi, Pelayanan Publik, dan Tantangan Korupsi

Reformasi yang bergulir sejak tumbangnya rezim Orde Baru pada 21 Mei 1998, seharusnya menjadi momentum perubahan mendasar dalam berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara. Lebih dari sekadar pergantian kepemimpinan, reformasi diharapkan mampu mentransformasi sistem ketatanegaraan, birokrasi, dan penegakan hukum, demi mewujudkan pemerintahan yang bersih, transparan, dan akuntabel.

Namun, hampir tiga dekade berlalu, cita-cita reformasi masih jauh dari harapan. Krisis ekonomi yang menjadi pemicu gerakan reformasi, dengan inflasi meroket dan jutaan orang terjerembab dalam kemiskinan, membuka mata publik terhadap praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) yang merajalela di era Orde Baru. Gelombang demonstrasi mahasiswa, yang mencapai puncaknya pada Tragedi Trisakti, memaksa Soeharto lengser dari jabatannya, menandai era baru bagi Indonesia.

Pasca-Soeharto, amandemen UUD 1945 menjadi fondasi reformasi konstitusional, dengan pembatasan masa jabatan presiden, penguatan peran DPR, dan pemisahan TNI-Polri. Kebebasan pers yang sebelumnya dikekang, kini menjadi pilar demokrasi. Undang-Undang Otonomi Daerah memberikan ruang bagi desentralisasi, meski memunculkan tantangan baru seperti korupsi di tingkat daerah. Pembentukan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diharapkan menjadi simbol pemberantasan korupsi, namun kemudian mengalami pelemahan.

Evaluasi terhadap reformasi birokrasi menjadi krusial, mengingat birokrasi merupakan garda terdepan pelayanan publik. Reformasi birokrasi bertujuan untuk mewujudkan pelayanan yang cepat, transparan, dan berorientasi pada hasil. Implementasi e-government melalui Perpres No. 95 Tahun 2018 tentang Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE) diharapkan dapat memutus rantai birokrasi yang korup dan inefisien. Namun, digitalisasi belum merata, terutama di daerah tertinggal, terdepan, dan terluar (3T). Tantangan lainnya adalah sumber daya manusia yang belum memadai dan resistensi dari birokrat yang enggan berubah.

Rekrutmen Aparatur Sipil Negara (ASN) yang berbasis Computer Assisted Test (CAT) menjadi langkah maju dalam menciptakan sistem yang lebih objektif dan transparan. Namun, tradisi birokrasi lama yang mengutamakan jabatan dan relasi masih menjadi penghalang bagi penerapan meritokrasi. Padahal, meritokrasi merupakan prasyarat utama bagi birokrasi yang profesional dan berintegritas. Pemerintah telah berupaya melakukan pelatihan intensif, menerapkan sistem penghargaan berbasis kinerja, dan memperkuat lembaga pengawas seperti Ombudsman dan KPK.

Hukum administrasi negara menjadi pilar penting dalam reformasi birokrasi. Hukum administrasi negara berfungsi sebagai mekanisme kontrol terhadap tindakan kekuasaan, memastikan bahwa negara bertindak berdasarkan hukum, bukan selera kekuasaan. Prinsip-prinsip seperti legalitas, proporsionalitas, kepastian hukum, keterbukaan, dan supremasi hukum menjadi landasan dalam melindungi hak warga negara dari kesewenang-wenangan birokrasi. Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) menjadi benteng terakhir bagi rakyat yang merasa dirugikan oleh kebijakan negara.

UU No. 30/2014 tentang Administrasi Pemerintahan memberikan ruang bagi warga untuk menggugat keputusan pemerintah yang dianggap melanggar hukum. Namun, masih banyak warga yang belum memahami mekanisme gugatan, dan beberapa pejabat enggan melaksanakan putusan PTUN. Hukum administrasi juga harus mampu merespons perkembangan zaman, termasuk digitalisasi dan otonomi daerah. Kasus-kasus seperti proyek LRT Jabodebek dan sengketa izin restoran di Bali menunjukkan bahwa hukum administrasi hadir dalam kehidupan sehari-hari dan berperan dalam menjaga keadilan.

Reformasi merupakan proses berkelanjutan yang membutuhkan partisipasi aktif dari seluruh elemen masyarakat. Kontrol publik yang kuat, birokrasi yang responsif, dan hukum yang berpihak pada keadilan merupakan kunci keberhasilan reformasi. Semangat reformasi harus terus dijaga dan diperjuangkan, baik di jalanan, ruang sidang, maupun ruang pelayanan publik.

  • Krisis Moneter
  • Tragedi Trisakti
  • Amandemen UUD 1945
  • Otonomi Daerah
  • Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
  • Reformasi Birokrasi
  • E-government
  • Computer Assisted Test (CAT)
  • Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN)