Pasca Tragedi Ledakan Amunisi di Garut, Dedi Mulyadi Perketat Keterlibatan Sipil dalam Aktivitas Militer

Tragedi ledakan amunisi kadaluarsa milik TNI AD di Garut, Jawa Barat, yang terjadi pada Senin (12/5/2025) telah menimbulkan kesedihan mendalam, menelan 13 korban jiwa, termasuk sembilan warga sipil. Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas menyikapi kejadian tersebut. Ia berencana melarang keterlibatan warga sipil dalam kegiatan militer, khususnya yang berisiko tinggi seperti pemusnahan amunisi.

Dedi Mulyadi menyampaikan larangan tersebut usai mendampingi kunjungan Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid ke SMAN 2 Purwakarta, pada Rabu (14/5/2025). Menurutnya, meskipun warga sipil mungkin memiliki pengalaman membantu TNI dalam pemusnahan amunisi selama bertahun-tahun, pekerjaan tersebut bukanlah ranah mereka. Risiko yang dihadapi terlalu besar, dan mereka tidak memiliki pelatihan khusus yang memadai.

"Kalau saya sih cenderung nanti warga sipil yang di Garut tidak boleh lagi terlibat dalam kegiatan-kegiatan seperti itu," kata Dedi, menekankan bahwa pekerjaan tersebut memiliki risiko tinggi dan bukan untuk orang yang terlatih.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menjelaskan bahwa aspek teknis dan perizinan terkait keterlibatan warga sipil dalam kegiatan militer merupakan wewenang Markas Besar TNI (Mabes TNI). Namun, sebagai kepala daerah, ia merasa bertanggung jawab untuk melindungi warganya dari risiko yang seharusnya tidak mereka tanggung. Ia menyerahkan sepenuhnya kepada Mabes TNI untuk menjelaskan lebih lanjut mengenai regulasi yang berlaku.

Keluarga korban sipil membantah dengan keras anggapan bahwa anggota keluarga mereka tewas saat memulung sisa logam di lokasi ledakan. Mereka menegaskan bahwa para korban telah lama bekerja sama dengan TNI dalam kegiatan pemusnahan amunisi. Agus, kakak kandung dari Rustiwan, salah satu korban sipil, menyatakan ketidak terimaannya atas tuduhan bahwa adiknya adalah seorang pemulung. Ia menjelaskan bahwa Rustiwan telah membantu TNI selama 10 tahun dalam pemusnahan amunisi kadaluarsa, tidak hanya di Garut, tetapi juga di Yogyakarta dan daerah lainnya.

Tragedi ini juga mendapat perhatian serius dari Dewan Perwakilan Rakyat (DPR). Komisi I DPR RI berencana memanggil pihak TNI untuk memberikan penjelasan terkait insiden tersebut, termasuk prosedur keamanan yang diterapkan serta alasan melibatkan warga sipil dalam kegiatan berbahaya tersebut. Ketua Komisi I DPR, Utut Adianto, menyatakan bahwa pihaknya akan mengundang panglima, pangdam, danrem yang bertugas di wilayah tersebut, serta komandan-komandan lapangan untuk dimintai keterangan.

Selain pemanggilan petinggi TNI, Komisi I DPR juga berencana melakukan kunjungan kerja ke lokasi kejadian. Utut Adianto berharap kejadian serupa tidak akan terulang kembali di masa depan. Ia menekankan bahwa kejadian ini bukan hanya soal aturan, tetapi juga mengenai sikap dalam bekerja. Utut mengingatkan seluruh jajaran TNI untuk tidak ceroboh dan selalu mematuhi aturan yang berlaku. Menurutnya, pekerjaan yang melibatkan risiko tinggi harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan oleh personel yang kompeten.

  • Poin-poin penting yang disoroti oleh Dedi Mulyadi:
    • Larangan keterlibatan warga sipil dalam kegiatan militer berisiko tinggi.
    • Pentingnya perlindungan warga dari risiko yang tidak seharusnya mereka hadapi.
    • Aspek teknis dan izin keterlibatan sipil menjadi kewenangan Mabes TNI.
  • Poin-poin penting yang disoroti oleh DPR:
    • Pemanggilan TNI untuk menjelaskan prosedur keamanan dan keterlibatan sipil.
    • Kunjungan kerja ke lokasi kejadian.
    • Penekanan pada sikap kerja yang hati-hati dan kepatuhan terhadap aturan.