Produksi Kopi Gayo Merosot Akibat Iklim Ekstrem, Petani Cari Solusi Berkelanjutan
Kabupaten Aceh Tengah, yang dikenal sebagai penghasil kopi Gayo yang mendunia, kini menghadapi tantangan serius. Perubahan iklim ekstrem telah menyebabkan penurunan drastis dalam produksi kopi, mengancam mata pencaharian ribuan petani di wilayah tersebut.
Sejak tahun 2016, petani kopi Gayo merasakan dampak nyata dari ketidakpastian cuaca. Imran, seorang petani kopi, mengungkapkan bahwa hasil panennya anjlok hingga 50 persen. Dahulu, ia mampu menghasilkan 70.000 hingga 80.000 ton kopi per tahun. Namun, dalam delapan tahun terakhir, produksinya hanya berkisar antara 30.000 hingga 40.000 ton.
Dampak Perubahan Iklim
Perubahan iklim telah membawa dampak yang merugikan bagi perkebunan kopi Gayo. Pemanasan global memicu munculnya penyakit yang menyerang biji kopi arabika, varietas unggulan yang ditanam di daerah tersebut. Selain itu, perubahan pola curah hujan yang tidak terprediksi juga menjadi masalah serius. Dulu, petani dapat mengandalkan musim hujan yang teratur antara bulan Oktober hingga Desember. Namun, kini hujan dapat turun kapan saja, bahkan di bulan-bulan yang seharusnya kering.
- Peningkatan Suhu Global: Suhu yang lebih tinggi mempercepat penyebaran hama dan penyakit pada tanaman kopi.
- Curah Hujan Tidak Menentu: Pola curah hujan yang tidak teratur mengganggu proses pembungaan dan pembuahan kopi.
- Kualitas Biji Kopi Menurun: Perubahan iklim juga dapat memengaruhi kualitas biji kopi, seperti ukuran, rasa, dan aroma.
Upaya Menuju Pertanian Berkelanjutan
Melihat kondisi yang semakin memprihatinkan, para petani kopi Gayo tidak tinggal diam. Mereka menjalin kerja sama dengan berbagai pihak, termasuk World Resource Institute (WRI), HSBC, dan pemerintah, untuk menerapkan praktik pertanian berkelanjutan. Program ini bertujuan untuk meningkatkan produktivitas kopi sekaligus menjaga kelestarian lingkungan.
Direktur Program Pangan, Lahan, dan Air WRI, Tomi Haryadi, menjelaskan bahwa program ini akan berfokus pada penerapan good agricultural practices di Desa Bale Redelong. Beberapa intervensi yang akan dilakukan meliputi:
- Perhutanan Sosial: Melibatkan masyarakat dalam pengelolaan hutan secara berkelanjutan.
- Agroforestri: Mengkombinasikan tanaman kopi dengan tanaman hutan untuk meningkatkan keanekaragaman hayati dan mengurangi risiko erosi.
- Pengelolaan Sampah: Mencegah pembakaran sampah kopi yang dapat menyebabkan pencemaran udara.
Selain itu, program ini juga akan berfokus pada pemaksimalan penanaman produk non-kayu di kawasan hutan lindung, menurunkan emisi gas rumah kaca, dan melibatkan kelompok perempuan dan pemuda dalam pengolahan kopi. Dengan pendekatan ini, diharapkan produktivitas kopi dapat meningkat hingga 1,2-2 juta ton per hektare, sambil memberikan manfaat ekonomi yang lebih besar bagi komunitas petani dan mendukung konservasi hutan.