Hakim Heru Hanindyo Ajukan Banding Atas Vonis 10 Tahun Penjara Terkait Kasus Ronald Tannur
Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta Pusat sebelumnya menjatuhkan vonis 10 tahun penjara kepada Heru Hanindyo, seorang hakim Pengadilan Negeri (PN) Surabaya. Vonis ini terkait dengan dugaan suap dalam kasus pembebasan Gregorius Ronald Tannur.
Merasa keberatan atas putusan tersebut, Heru Hanindyo melalui kuasa hukumnya, Farih Romdoni Putra, mengajukan banding. Farih menyatakan bahwa pihaknya berpendapat majelis hakim yang mengadili perkara tersebut belum sepenuhnya mempertimbangkan aspek pembelaan yang diajukan oleh kliennya.
"Banding diajukan karena kami berpendapat hakim belum mempertimbangkan poin-poin dalam pembelaan," ujar Farih.
Farih juga menyoroti materi dakwaan yang menurutnya tidak dapat dibuktikan. Ia mengklaim bahwa tidak ada bukti yang menunjukkan adanya penyerahan uang kepada Heru Hanindyo. Selain itu, Farih juga menyatakan bahwa pada hari yang dituduhkan sebagai hari pembagian uang antar hakim, Heru Hanindyo tidak berada di Surabaya.
"Faktanya penyerahan uang dari Lisa ke Pak Heru tidak dapat dibuktikan, dan di hari yang dituduhkan ada bagi-bagi uang antar hakim pun Pak Heru tidak ada di Surabaya," tegas Farih.
Dalam putusannya sebelumnya, majelis hakim Tipikor Jakarta Pusat menyatakan bahwa Heru Hanindyo terbukti bersalah menerima suap dengan tujuan membebaskan Ronald Tannur dari jeratan hukum. Selain hukuman penjara, Heru juga dikenakan denda sebesar Rp 500 juta dengan subsider 3 bulan kurungan.
Vonis yang diterima Heru Hanindyo lebih berat dibandingkan dua hakim lainnya yang terlibat dalam kasus ini, yaitu Erintuah Damanik dan Mangapul, yang masing-masing divonis 7 tahun penjara. Majelis hakim memberikan pertimbangan yang memberatkan Heru, yaitu hakim menilai bahwa Heru tidak menyadari kesalahannya.