Kontroversi Kebijakan Suaka AS: Menerima Pengungsi Kulit Putih Afrika Selatan di Tengah Gelombang Deportasi
Pemerintahan mantan Presiden Donald Trump menuai kontroversi dengan menerima 59 warga kulit putih Afrika Selatan sebagai pengungsi di Amerika Serikat. Keputusan ini terjadi di tengah kebijakan imigrasi yang ketat, termasuk penangkapan dan deportasi imigran secara besar-besaran.
Wakil Menteri Luar Negeri AS saat itu, Christoph Landau, menyambut kedatangan rombongan tersebut dengan ungkapan, "Selamat datang di negeri kebebasan." Dia menambahkan, "Saya ingin kalian tahu bahwa kalian benar-benar diterima di sini dan kami menghormati apa yang telah kalian alami dalam beberapa tahun terakhir," ujarnya kepada kelompok Afrikaner yang hadir dengan bendera AS.
Rombongan warga kulit putih Afrika Selatan ini tiba di Washington dengan pesawat carteran yang kabarnya didanai oleh Departemen Luar Negeri AS. Setelah tiba, mereka melanjutkan perjalanan ke berbagai wilayah di AS sesuai tujuan masing-masing.
Keputusan untuk menerima warga kulit putih Afrika Selatan sebagai pengungsi memicu perdebatan sengit. Banyak pihak mempertanyakan motif di balik kebijakan ini, terutama karena terjadi bersamaan dengan peningkatan deportasi warga non-kulit putih.
Klaim Trump Terkait Petani Kulit Putih di Afrika Selatan
Pada tanggal 12 Mei, mantan Presiden Trump mengulangi klaim kontroversial yang populer di kalangan sayap kanan, bahwa petani kulit putih di Afrika Selatan menjadi korban pembunuhan dan bahkan menghadapi genosida. Klaim ini ditolak mentah-mentah oleh pemerintah Afrika Selatan.
Afrika Selatan memang memiliki tingkat kejahatan yang tinggi, tetapi data statistik kriminal tidak menunjukkan bahwa kelompok Afrikaner menjadi sasaran utama. Menteri Luar Negeri Afrika Selatan, Ronald Lamola, menegaskan bahwa petani kulit putih terdampak kejahatan sama seperti warga Afrika Selatan lainnya.
Pemerintahan Trump juga dituduh membuat tuduhan palsu bahwa pemerintah Afrika Selatan menyita tanah milik petani kulit putih. Tuduhan itu merujuk pada undang-undang baru mengenai pengambilalihan tanah yang bertujuan memudahkan negara untuk mengambil tanah tanpa kompensasi jika dianggap untuk kepentingan publik. Namun, hingga saat itu, belum ada tanah yang disita tanpa kompensasi berdasarkan aturan tersebut.
Reaksi Pemerintah Afrika Selatan
Pemerintah Afrika Selatan, di bawah kepemimpinan Presiden Cyril Ramaphosa, membantah tuduhan persekusi terhadap warga kulit putih atau Afrikaner. Mereka menegaskan bahwa warga kulit putih termasuk kelompok yang paling kaya dan paling diuntungkan secara ekonomi di negara tersebut.
Ramaphosa menjelaskan bahwa sebagian besar warga Afrikaner meninggalkan Afrika Selatan karena mereka menolak kebijakan yang bertujuan mengatasi ketimpangan rasial yang masih ada. Sejak Nelson Mandela memenangkan pemilu demokratis pertama Afrika Selatan pada tahun 1994, minoritas kulit putih yang dulu berkuasa masih mempertahankan sebagian besar kekayaan yang mereka kumpulkan sejak masa kolonial.
Menurut jurnal akademik The Review of Political Economy, warga kulit putih Afrika Selatan masih menguasai tiga perempat tanah milik pribadi di negara itu, dan kekayaan mereka sekitar 20 kali lipat dibandingkan mayoritas warga kulit hitam.
Program Pemukiman Kembali dan Kritik
Kedutaan Besar AS menerbitkan panduan yang menyatakan bahwa pelamar program pemukiman kembali di AS harus berasal dari etnis Afrikaner atau termasuk kelompok minoritas rasial di Afrika Selatan. Setibanya di AS, mereka akan dibantu oleh jaringan lembaga sosial untuk menetap dan menerima bantuan federal selama 90 hari.
Juru bicara Departemen Luar Negeri AS, Tammy Bruce, menyatakan bahwa langkah ini "mengirim pesan yang jelas, sejalan dengan kebijakan luar negeri America First, bahwa Amerika akan bertindak untuk melindungi korban diskriminasi rasial." Dia menambahkan bahwa lebih banyak warga Afrikaner akan diterima di AS dalam beberapa bulan mendatang.
Program pengungsi warga kulit putih Afrika Selatan oleh Trump menuai kritik tajam. Senator AS Jeanne Shaheen menyebut keputusan ini bermotif politik dan upaya menulis ulang sejarah. Layanan migrasi Gereja Episkopal AS menolak membantu pemukiman kembali warga Afrika Selatan berkulit putih yang diberi status pengungsi, karena komitmen jangka panjang gereja terhadap keadilan rasial dan rekonsiliasi.