Dampak Kesepakatan Dagang AS-China: Rupiah Diprediksi Tertekan

Pasar keuangan Indonesia bersiap menghadapi potensi pelemahan nilai tukar Rupiah menyusul pengumuman kesepakatan dagang fase pertama antara Amerika Serikat (AS) dan China. Analis pasar memprediksi penguatan indeks Dolar AS akan memberikan tekanan terhadap Rupiah dalam beberapa hari mendatang.

Menurut pengamatan Lukman Leong dari Doo Financial Futures, sentimen pasar saat ini masih didominasi oleh isu tarif antara AS dan China. Investor juga tengah menantikan rilis data ekonomi penting, termasuk data inflasi AS dan data penjualan ritel Indonesia. Proyeksi sementara menunjukkan Rupiah berpotensi bergerak dalam kisaran Rp 16.550 hingga Rp 16.700 per Dolar AS.

Ibrahim Assuaibi, pengamat pasar uang lainnya, menyoroti aktivitas pasar Non-Deliverable Forward (NDF) Rupiah yang telah menunjukkan pergerakan di atas level Rp 16.720. Bank Indonesia (BI) diperkirakan akan melakukan intervensi di pasar NDF untuk menjaga stabilitas nilai tukar Rupiah.

Secara garis besar, kesepakatan dagang sementara antara AS dan China mencakup penurunan tarif secara timbal balik. AS menurunkan tarif atas barang-barang asal China dari 145 persen menjadi 30 persen, sementara China menurunkan tarif atas produk AS dari 125 persen menjadi 10 persen. Kesepakatan ini akan berlaku efektif mulai 14 Mei 2025 selama periode 90 hari. Namun, tarif sebesar 20 persen atas produk terkait fentanyl asal China tetap berlaku.

Berikut adalah poin-poin utama kesepakatan tersebut:

  • Penurunan tarif AS atas barang China: Dari 145% menjadi 30%.
  • Penurunan tarif China atas produk AS: Dari 125% menjadi 10%.
  • Masa berlaku kesepakatan: 90 hari, efektif mulai 14 Mei 2025.
  • Tarif khusus: Tarif 20% atas produk terkait fentanyl asal China tetap diberlakukan.

Dampak jangka panjang dari kesepakatan ini terhadap Rupiah dan perekonomian Indonesia secara keseluruhan masih perlu dicermati lebih lanjut. Pergerakan nilai tukar akan sangat dipengaruhi oleh sentimen pasar global, data ekonomi domestik, dan kebijakan Bank Indonesia.