Dampak Kesepakatan AS-China pada Pasar Komoditas: Emas Tertekan, Minyak Melonjak

Reaksi Pasar Komoditas terhadap Kesepakatan Dagang AS-China

Kesepakatan antara Amerika Serikat (AS) dan China untuk meredakan tensi perdagangan dengan menurunkan tarif secara bertahap selama 90 hari pertama telah memicu reaksi signifikan di pasar komoditas global. Langkah ini dipandang sebagai angin segar setelah periode ketegangan tarif yang diprakarsai oleh kebijakan era Presiden Donald Trump. Dampaknya terasa pada pergerakan harga emas dan minyak mentah.

Emas Terkoreksi Akibat Penguatan Dolar AS

Harga emas spot mengalami koreksi setelah sempat mencapai puncak tertinggi di level 3.500 dollar AS per ounce. Penurunan sebesar 2,7 persen, menjadi 3.234,8 dollar AS per ounce, dipicu oleh penguatan dollar AS dan pergeseran minat investor ke aset-aset berisiko. Sentimen risk-on mendorong investor untuk melepas aset safe-haven seperti emas, yang sebelumnya menjadi pilihan lindung nilai (hedging) di tengah ketidakpastian ekonomi.

Harga Minyak Mentah Menguat

Berbeda dengan emas, harga minyak mentah justru mengalami kenaikan, mencapai level tertinggi dalam dua pekan terakhir. Harga minyak mentah Brent naik 1,05 dollar AS atau 1,6 persen menjadi 64,96 dollar AS per barel. Sementara itu, minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) terapresiasi 93 sen atau 1,5 persen, mencapai level 61,95 dollar AS. Kenaikan ini membawa kedua harga acuan tersebut ke penutupan tertinggi sejak 28 April.

Penguatan Dolar AS dan Dampaknya

Indeks dollar AS (DXY) mengalami penguatan sebesar 1,17 persen, menjauh dari posisi terendah dalam tiga tahun terakhir. Penguatan ini berdampak pada pelemahan mata uang lainnya. Yen Jepang melemah 2,1 persen menjadi 148,39 per dollar AS, sementara Franc Swiss turun 1,8 persen terhadap dollar AS. Kondisi ini dapat memberikan keuntungan bagi eksportir dan bank sentral negara-negara yang mata uangnya melemah.

Imbal Hasil Obligasi Pemerintah AS Naik

Imbal hasil (yield) obligasi pemerintah AS tenor 10 tahun mengalami kenaikan hampir 10 basis poin (bps) karena harga obligasi turun, mengikuti sentimen risk-on. Tren serupa juga terjadi pada obligasi Jerman dan Inggris, yang menunjukkan adanya pergeseran preferensi investor secara global.