Program Asuransi Makan Bergizi Gratis Dikhawatirkan Bebani Keuangan Negara
Program Asuransi Makan Bergizi Gratis Menuai Kritik: Potensi Pemborosan Anggaran
Wacana program asuransi untuk program Makan Bergizi Gratis (MBG) terus menuai sorotan. Direktur Kebijakan Publik Celios, Media Wahyudi Iskandar, mengungkapkan kekhawatirannya bahwa inisiatif ini justru akan membebani keuangan negara dan berpotensi menimbulkan inefisiensi.
Media Wahyudi menjelaskan bahwa program asuransi MBG dapat dianggap sebagai duplikasi dari program perlindungan sosial yang sudah ada. Alih-alih memberikan manfaat secara langsung kepada penerima, sebagian dana dialihkan ke korporasi atau lembaga asuransi eksternal. Situasi ini, menurutnya, membuka peluang terjadinya moral hazard yang signifikan.
Penyaluran Dana ke Industri Asuransi Dipertanyakan
Lebih lanjut, Media Wahyudi menilai bahwa program asuransi ini terkesan sebagai upaya pemerintah untuk menopang industri asuransi yang tengah mengalami penurunan akibat melemahnya daya beli masyarakat. Ia khawatir dana negara akan dialihkan ke pihak ketiga, khususnya perusahaan asuransi, yang seharusnya dapat dimanfaatkan secara lebih efektif untuk kesejahteraan masyarakat.
Tumpang Tindih dengan Program Jaminan Sosial yang Ada
Kritik lain yang dilontarkan adalah potensi redundancy atau tumpang tindih dengan program jaminan sosial yang sudah berjalan, seperti BPJS Ketenagakerjaan. Media Wahyudi mempertanyakan urgensi mengasuransikan seluruh penerima manfaat MBG, termasuk Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG), mengingat sudah ada mekanisme perlindungan sosial yang tersedia.
Masalah Administrasi dan Inefisiensi
Selain masalah pendanaan dan potensi tumpang tindih, Media Wahyudi juga menyoroti kompleksitas administrasi yang akan timbul akibat program asuransi ini. Proses verifikasi, pembayaran premi, dan mekanisme klaim akan membutuhkan sumber daya yang signifikan, yang pada akhirnya justru mengurangi efisiensi program MBG secara keseluruhan.
"Pemerintah sudah pasti buang-buang anggaran yang seharusnya kalau seandainya diberikan langsung ke semua penerima, penerima akan menerima manfaat jauh lebih banyak dari program dan rencana yang asuransi ini sangat-sangat tidak efisien," tegasnya.
Tanggapan Anggota DPR
Anggota Komisi IX DPR RI, Irma Suryani Chaniago, turut menyuarakan kekhawatirannya terkait program asuransi MBG. Ia berpendapat bahwa Badan Gizi Nasional (BGN) sebaiknya berkoordinasi dengan BPJS Kesehatan untuk memberikan jaminan kesehatan bagi penerima manfaat. Menurutnya, pengadaan asuransi tambahan hanya akan memboroskan anggaran negara.
Irma menjelaskan bahwa masalah yang sering terjadi dalam program pemberian makanan bergizi adalah kualitas makanan yang kurang baik, seperti makanan basi, yang umumnya tidak berakibat fatal. Dalam kasus seperti itu, ia menyarankan agar korban segera dibawa ke puskesmas atau RSUD dengan jaminan BPJS Kesehatan. Ia juga mendorong pemerintah daerah untuk memperluas kerjasama dengan BPJS Kesehatan dan mewajibkan masyarakat yang mampu untuk menjadi peserta BPJS, serta memberikan bantuan kepada mereka yang tidak mampu.
Rincian Program Asuransi MBG
Sebagai informasi, Badan Gizi Nasional (BGN) berencana memberikan asuransi kepada karyawan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) dan penerima manfaat program MBG. Saat ini, BGN tengah berkoordinasi dengan berbagai pihak, termasuk BPJS Ketenagakerjaan dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), untuk mematangkan rencana ini. Skema asuransi untuk karyawan SPPG akan melibatkan BPJS Ketenagakerjaan, sementara untuk penerima manfaat akan melibatkan Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia.
Besaran premi yang diusulkan untuk karyawan SPPG adalah Rp 16.000 per orang per bulan. Sementara itu, premi untuk penerima manfaat masih dalam tahap pembahasan dan belum mencapai angka final.