Guru Honorer di Sleman Terjerat Mafia Tanah, Belasan Tahun Berjuang Meraih Keadilan

Di Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta, seorang guru honorer bernama Hedi Ludiman (49) tengah berjuang keras demi mempertahankan hak atas tanah warisan milik istrinya, Evi Fatimah. Perjuangan yang telah berlangsung lebih dari satu dekade ini bermula dari sebuah peristiwa yang tak pernah mereka duga.

Pada tahun 2011, dua orang yang mengaku bernama SJ dan SH datang dengan maksud untuk menyewa rumah milik Evi yang berdiri di atas lahan seluas 1.475 meter persegi di kawasan Tridadi, Sleman. Keluarga Hedi memang biasa menyewakan rumah tersebut, dan tawaran sewa selama lima tahun pun disetujui. Namun, masalah mulai muncul ketika kedua penyewa meminta sertifikat tanah sebagai "jaminan". Evi, karena rasa percaya dan salah satu penyewa adalah seorang wanita lanjut usia, menyerahkan sertifikat tersebut.

Tidak lama berselang, Evi diajak ke kantor notaris di Kalasan. Di sana, ia hanya ditemui oleh staf notaris dan diminta menandatangani sejumlah dokumen tanpa diberi kesempatan untuk membaca isinya. "Mereka bilang itu untuk kontrak rumah, tapi ternyata kami tidak tahu apa isinya," ungkap Hedi dengan nada prihatin.

Setahun kemudian, keluarga Hedi dikejutkan dengan kedatangan petugas dari sebuah Bank Perkreditan Rakyat (BPR). Mereka menyampaikan bahwa sertifikat tanah Evi telah diagunkan untuk pinjaman sebesar Rp 300 juta dan kreditnya macet. Lebih mengejutkan lagi, sertifikat tersebut sedang dalam proses balik nama atas nama SJ.

"Saat itulah saya mulai mencari tahu ke BPN, dan ternyata benar, sertifikat sudah dibalik nama," kata Hedi.

Upaya hukum pun ditempuh. Hedi melaporkan kasus ini ke pihak kepolisian. Pada tahun 2014, SH berhasil ditangkap dan dijatuhi hukuman 9 bulan penjara karena terbukti bersalah. Namun, SJ, yang diduga sebagai otak utama penipuan, hingga kini masih buron. Hedi juga menemukan bahwa KTP istrinya telah digunakan untuk proses legalisasi tanpa sepengetahuan dan izinnya.

Hedi kemudian melaporkan notaris terkait ke Majelis Pengawas Daerah (MPD) dan dinyatakan melanggar kode etik.

Selain jalur pidana, Hedi juga mengajukan gugatan perdata ke Pengadilan Negeri Sleman dengan menggugat pihak bank dan kedua pelaku. Sayangnya, gugatan tersebut ditolak karena dianggap cacat formil. Laporan ke Ditreskrimsus Polda DIY juga tidak membuahkan hasil, dan kasus tersebut dihentikan dengan Surat Pemberitahuan Penghentian Penyidikan (SP3).

Perjuangan Hedi semakin rumit ketika sertifikat tanah yang sudah diblokir oleh BPN justru kembali berpindah tangan. Kali ini, sertifikat tersebut berpindah dari SJ ke seseorang berinisial RZA.

"Saya bingung, sudah diblokir tapi kok bisa dibalik nama lagi. RZA sempat datang, dan saya sudah menjelaskan bahwa tanah ini bermasalah," ujar Hedi.

Perjuangan selama 12 tahun ini telah memberikan dampak yang besar bagi fisik dan mental Hedi. Dengan penghasilan sebagai guru honorer swasta yang hanya Rp 150.000 per bulan, ia harus bekerja serabutan sebagai montir untuk memenuhi kebutuhan hidup istri dan ketiga anaknya.

"Saya sampai tidak bisa membelikan susu anak, saya menelantarkan keluarga karena fokus memperjuangkan ini. Rasanya sangat berat," ucapnya dengan suara bergetar.

Di tengah kesulitan yang mendera, Hedi hanya memiliki satu harapan, yaitu agar negara hadir dan membantu mengembalikan sertifikat tanah milik keluarganya.

"Saya mohon kepada pemerintah pusat dan Komisi III DPR RI, bantu kami. Saya hanya seorang guru honorer yang menginginkan keadilan. Kembalikan hak istri saya," pintanya dengan penuh harap.

Rangkuman Perjuangan Hedi:

  • 2011: SJ dan SH menyewa rumah Evi dan meminta sertifikat tanah sebagai jaminan.
  • Evi diajak ke notaris dan diminta menandatangani dokumen tanpa membaca isinya.
  • Setahun kemudian: Keluarga Hedi mengetahui sertifikat tanah diagunkan di BPR dan sedang proses balik nama ke SJ.
  • Hedi melaporkan kasus ini ke polisi.
  • 2014: SH ditangkap dan dipenjara, SJ buron.
  • Hedi melaporkan notaris ke MPD dan dinyatakan melanggar kode etik.
  • Gugatan perdata ditolak karena cacat formil.
  • Laporan ke Ditreskrimsus Polda DIY dihentikan (SP3).
  • Sertifikat yang diblokir BPN berpindah ke RZA.
  • Hedi berharap pemerintah turun tangan membantu.

Note: Informasi ini berdasarkan data dan kejadian hingga berita ini ditulis.