Provinsi Bali Menolak GRIB Jaya: Prioritaskan Keamanan dan Ketertiban Masyarakat

Pemerintah Provinsi Bali mengambil sikap tegas dengan menolak memberikan Surat Keterangan Terdaftar (SKT) kepada organisasi kemasyarakatan (Ormas) Gerakan Rakyat Indonesia Bersatu (GRIB) Jaya. Gubernur Bali, Wayan Koster, secara resmi menyatakan bahwa pihaknya tidak akan mengakomodasi pendaftaran GRIB Jaya di Badan Kesatuan Bangsa dan Politik (Kesbangpol) Provinsi Bali.

Keputusan ini didasari oleh kewenangan pemerintah daerah untuk menolak keberadaan organisasi yang berpotensi mengganggu ketertiban dan keamanan masyarakat. Menurut Koster, Bali tidak memerlukan ormas yang berpotensi melakukan tindakan premanisme dengan dalih menjaga keamanan. Ia menegaskan bahwa keamanan dan ketertiban di Bali telah terjamin oleh pihak kepolisian dan TNI.

Koster menambahkan, Bali telah memiliki sistem pengamanan terpadu berbasis desa adat yang melibatkan unsur Pacalang, Linmas, Bhabinkamtibmas, dan Babinsa. Sistem ini dinilai sudah cukup efektif dalam menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah Bali. Keberadaan ormas seperti GRIB Jaya justru dikhawatirkan dapat merusak citra pariwisata Bali sebagai destinasi yang aman dan nyaman.

Penolakan ini sejalan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 58 Tahun 2016 yang mengatur tentang pelaksanaan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2013 tentang Organisasi Kemasyarakatan. Peraturan tersebut mewajibkan pengurus ormas di daerah untuk melaporkan keberadaan kepengurusannya kepada pemerintah daerah setempat. Ormas yang tidak memenuhi kewajiban ini dianggap belum diakui keberadaannya dan tidak dapat melakukan kegiatan operasional di wilayah Bali.

Kapolda Bali, Irjen Daniel Adityajaya, turut memberikan dukungan penuh terhadap langkah Pemerintah Provinsi Bali. Ia menegaskan komitmennya untuk membubarkan setiap kegiatan ormas yang berpotensi memicu konflik atau gesekan di tengah masyarakat. Pihak kepolisian akan menindak tegas segala bentuk pelanggaran pidana sesuai dengan aturan yang berlaku.

Alasan Penolakan GRIB Jaya di Bali:

  • Potensi tindakan premanisme yang mengganggu ketertiban masyarakat.
  • Keamanan Bali telah terjamin oleh Polri dan TNI.
  • Keberadaan Sistem Pengamanan Lingkungan Terpadu Berbasis Desa Adat (SIPANDUBERADAT) dan Bantuan Keamanan Desa Adat (BANKAMDA).
  • Kekhawatiran akan merusak citra pariwisata Bali.

Pemerintah Provinsi Bali dan kepolisian sepakat untuk menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat dengan tidak memberikan ruang bagi ormas yang berpotensi menimbulkan masalah. Langkah ini diharapkan dapat menciptakan suasana yang kondusif bagi pembangunan dan pariwisata di Bali.

Gubernur Koster menekankan pentingnya menjaga ketertiban dan keamanan sebagai fondasi utama pembangunan daerah. Ia mengajak seluruh elemen masyarakat untuk bersama-sama menciptakan Bali yang aman, nyaman, dan kondusif bagi semua.

Dengan penolakan ini, Pemerintah Provinsi Bali menunjukkan komitmennya dalam menjaga keamanan dan ketertiban wilayahnya, serta melindungi citra pariwisata yang telah dibangun selama ini.