Penundaan Sidang Picu Spekulasi Kemenangan Lee Jae-myung dalam Pilpres Korea Selatan

Drama politik yang melanda Korea Selatan memasuki babak baru dengan penundaan sidang Lee Jae-myung, kandidat presiden dari Partai Demokrat, hingga setelah pemilihan umum 3 Juni mendatang. Keputusan Pengadilan Tinggi Seoul ini memicu perdebatan sengit dan spekulasi mengenai dampaknya terhadap peta politik negara tersebut.

Penundaan sidang Lee Jae-myung, yang tersandung berbagai kasus hukum termasuk dugaan pelanggaran aturan kampanye dan korupsi, dipandang oleh sebagian pihak sebagai keuntungan strategis bagi sang kandidat. Profesor hukum dari Universitas Dankook, Park Jung-won, berpendapat bahwa keputusan pengadilan tersebut mungkin dilatarbelakangi oleh upaya menjaga stabilitas politik yang tengah bergejolak pasca pemakzulan Yoon Suk-yeol dari Partai Kekuatan Rakyat (PPP). Namun, pandangan ini tidak sepenuhnya diterima oleh semua kalangan.

Kontroversi dan Reaksi

Keputusan penundaan sidang ini menuai kritik tajam, terutama dari media massa konservatif. Korea JoongAng Daily menyoroti bahwa reaksi oposisi terhadap putusan Mahkamah Agung berpotensi mengancam fondasi demokrasi Korea Selatan. Sementara itu, Korea Times menuduh Partai Demokrat menerapkan standar ganda dan melanggar prinsip pemisahan kekuasaan.

Park Jung-won menambahkan bahwa PPP kemungkinan akan melancarkan protes keras. Namun, popularitas partai tersebut memang sedang menurun setelah Yoon Suk-yeol dimakzulkan dan ditangkap atas tuduhan pemberontakan. PPP pun kesulitan mencari penantang yang sepadan untuk Lee Jae-myung, dan baru menunjuk Kim Moon Soo sebagai calon mereka pada 3 Mei.

Dampak Potensial

Lee Sang-sin, peneliti politik di Korea Institute for National Unification, memprediksi bahwa kemenangan Lee Jae-myung dapat memicu upaya untuk menghentikan proses hukum terhadapnya. Ia menjelaskan bahwa konstitusi tidak secara eksplisit mengatur apakah presiden terpilih dapat terus menjalani proses hukum. Interpretasi yang berbeda membuka kemungkinan bahwa semua proses hukum dapat dihentikan atau justru dilanjutkan jika sudah berjalan.

Lee Sang-sin juga menilai bahwa tidak ada hambatan besar bagi Lee Jae-myung untuk memenangkan pemilihan, mengingat PPP masih berjuang mengatasi krisis internal dan masalah hukum Lee justru dapat memobilisasi pendukungnya. Ia meyakini bahwa jika Lee Jae-myung terpilih, semua kasus hukum yang menjeratnya berpotensi dibatalkan atau ditangguhkan. Penundaan sidang ini, menurutnya, dapat menjadi titik balik yang menguntungkan bagi Lee dalam kontestasi politik.

Kasus Hukum yang Menjerat Lee Jae-myung

Lee Jae-myung menghadapi serangkaian tuduhan serius, termasuk:

  • Pelanggaran aturan kampanye pada pemilu 2022
  • Sumpah palsu
  • Penyalahgunaan wewenang
  • Pengiriman uang ilegal ke Korea Utara
  • Penggelapan dana publik

Jika terbukti bersalah, Lee Jae-myung terancam hukuman larangan mencalonkan diri dalam pemilu selama 10 tahun dan denda minimal 1 juta won.

Dengan penundaan sidang ini, masa depan politik Lee Jae-myung dan arah demokrasi Korea Selatan berada di persimpangan jalan. Pemilu mendatang akan menjadi penentu, apakah Lee Jae-myung mampu memanfaatkan momentum ini untuk meraih kursi kepresidenan, ataukah kontroversi hukum akan menghalangi ambisinya.