Indonesia Terlibat Uji Klinis Vaksin TBC M72: Menkes Tekankan Manfaat dan Keamanan

Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menegaskan bahwa partisipasi Indonesia dalam uji klinis vaksin tuberkulosis (TBC) M72 bukan merupakan tindakan menjadikan warga negara sebagai 'kelinci percobaan'. Penegasan ini disampaikan di tengah kekhawatiran publik mengenai keamanan dan efektivitas vaksin yang dikembangkan dengan dukungan Bill Gates tersebut.

Menurut Menkes Budi, uji klinis vaksin M72 di Indonesia telah memasuki fase ketiga. Sejak November 2024, sebanyak 2.095 peserta telah menerima suntikan vaksin ini. Proses pemberian vaksin ini diawasi secara ketat, dan hasilnya akan dipantau secara berkala untuk mengevaluasi efikasi vaksin. Partisipasi Indonesia dalam uji klinis ini dianggap strategis, terutama karena membuka peluang untuk produksi vaksin yang lebih cepat di dalam negeri.

Indonesia saat ini menghadapi tantangan besar dalam penanggulangan TBC, dengan status sebagai negara dengan beban kasus TBC tertinggi kedua di dunia setelah India. Situasi ini mendorong pemerintah untuk aktif mencari solusi inovatif, termasuk melalui kerjasama dalam pengembangan vaksin.

Menkes Budi menjelaskan bahwa uji klinis vaksin memiliki tahapan yang ketat, meliputi fase 1, 2, dan 3. Fase 1 bertujuan untuk memastikan keamanan vaksin, dan fase ini telah dilalui dua hingga tiga tahun lalu. Fase 3, yang sedang berlangsung di Indonesia, berfokus pada evaluasi efektivitas vaksin dalam mencegah penularan dan penyakit.

"Vaksin itu ada clinical trial 1, 2 dan 3, cilincial trial 1 ditentukan vaksin ini aman atau tidak, dan ini sudah dilakukan dua tiga tahun lalu, jadi sudah pasti aman, clinical trial 3 ngecek efektivitasnya dari 100 yang diobatin, yang tidak tertular, tidak jatuh sakit berapa," terang Menkes Budi.

Lebih lanjut, Menkes Budi memastikan bahwa hingga saat ini tidak ada laporan mengenai efek samping serius yang dialami oleh peserta uji klinis sejak penyuntikan dimulai pada November lalu. Pemerintah terus memantau perkembangan para peserta untuk memastikan keamanan mereka.

Menanggapi kekhawatiran mengenai Indonesia yang dijadikan 'kelinci percobaan', Menkes Budi mencontohkan pengalaman dengan vaksin malaria. Saat itu, Indonesia tidak terlibat dalam proses pengembangan vaksin, sehingga vaksin yang dihasilkan ternyata kurang efektif untuk populasi Indonesia karena perbedaan genetik.

"Ini bukan seperti kelinci percobaan seperti itu, Indonesia berpartisipasi karena Indonesia pasiennya banyak yang meninggal, kita waktu malaria nggak ikut, pas sudah ketemu tuh vaksinnya ternyata vaksin khusus. Cocoknya pasien genetik afrika jadi vaksin malaria hanya cocok di afrika, Indonesia nggak, padahal kan kita banyak juga kasusnya," jelas Menkes Budi.

Dengan berpartisipasi aktif dalam uji klinis vaksin TBC M72, Indonesia berharap dapat memperoleh akses lebih cepat ke vaksin yang efektif untuk mengatasi masalah TBC di tanah air. Partisipasi ini juga dianggap sebagai langkah strategis untuk meningkatkan kemandirian dalam pengembangan dan produksi vaksin di masa depan.