Faktor Kelelahan Pengemudi dan Kondisi Kendaraan Jadi Sorotan Utama Penyebab Kecelakaan Truk

markdown Kecelakaan yang melibatkan truk kembali menjadi perhatian serius, dengan insiden terbaru di Purworejo yang merenggut 11 nyawa dan melukai 6 lainnya. Tragedi ini memicu investigasi mendalam mengenai penyebab utama kecelakaan maut yang melibatkan kendaraan berat tersebut.

Pakar transportasi, Djoko Setijowarno, yang juga menjabat sebagai Wakil Ketua Pemberdayaan dan Pengembangan Wilayah Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) Pusat, mengungkapkan beberapa faktor krusial yang berkontribusi terhadap kecelakaan truk. Temuan ini didasarkan pada hasil investigasi Komisi Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) sejak tahun 2015.

Menurut KNKT, terdapat penurunan signifikan dalam jumlah pengemudi bus dan truk di Indonesia, sehingga rasio antara pengemudi dan jumlah kendaraan yang beroperasi berada pada titik kritis. Selain itu, kompetensi pengemudi dalam mengoperasikan kendaraan juga dinilai sangat rendah. Lebih lanjut, kondisi kerja, waktu istirahat, dan fasilitas istirahat bagi pengemudi bus dan truk di Indonesia sangat memprihatinkan. Kurangnya regulasi yang melindungi hak-hak mereka meningkatkan risiko kelelahan yang berujung pada microsleep dan kecelakaan.

KNKT menemukan bahwa 84% kecelakaan disebabkan oleh kegagalan sistem pengereman dan kelelahan pengemudi. Kegagalan pengereman bisa diakibatkan oleh pengemudi yang tidak siap atau kurang menguasai kendaraan, serta kondisi kendaraan yang tidak memadai. Kelelahan pengemudi, di sisi lain, disebabkan oleh kurangnya waktu istirahat yang memadai.

Djoko menekankan pentingnya pengemudi tidak hanya memiliki keterampilan teknis mengemudi yang baik dan pemahaman tentang peraturan lalu lintas, tetapi juga kepribadian dan kompetensi yang baik, termasuk skill, knowledge, dan attitude yang memadai. Hal ini penting agar mereka dapat melayani penumpang dengan baik dan mengutamakan keselamatan.

Djoko menyoroti contoh truk angkutan barang yang menempuh perjalanan ribuan kilometer, bahkan dari Jawa hingga Aceh. Perjalanan panjang ini menyebabkan kelelahan pada pengemudi. Ia menyoroti penggunaan Tol Trans Sumatera (JTTS) yang 60% dilewati oleh angkutan barang dari Jawa hingga Aceh. Padahal, angkutan barang idealnya efisien untuk jarak maksimal 500 km, setara dengan rute Jakarta-Semarang.

Djoko menyarankan agar pengangkutan barang dialihkan ke moda transportasi lain seperti kereta api atau transportasi air. Dengan demikian, pengemudi truk tidak kelelahan dan diharapkan dapat mengurangi risiko kecelakaan akibat rem blong.

"Pengemudi tidak akan kelelahan jika menggunakan kapal dari Tanjung Priok atau dari mana pun ke Medan, dan kemudian melanjutkan perjalanan. Namun kenyataannya, perjalanan ke Aceh memakan waktu 4-5 hari," jelas Djoko.

Berikut adalah beberapa poin penting yang perlu diperhatikan:

  • Kondisi Kendaraan: Pemeriksaan rutin dan perawatan yang memadai sangat penting untuk memastikan sistem pengereman berfungsi dengan baik.
  • Faktor Pengemudi: Waktu istirahat yang cukup, pelatihan yang memadai, dan pemantauan kesehatan pengemudi harus menjadi prioritas.
  • Regulasi: Pemerintah perlu memperkuat regulasi terkait jam kerja pengemudi, fasilitas istirahat, dan penegakan hukum terhadap pelanggaran.
  • Infrastruktur: Pengembangan infrastruktur transportasi alternatif, seperti kereta api dan transportasi air, dapat mengurangi beban pada truk dan mengurangi risiko kecelakaan.

Dengan mengatasi faktor-faktor ini secara komprehensif, diharapkan dapat mengurangi angka kecelakaan truk dan meningkatkan keselamatan di jalan raya.