Masjid Jami' Tegalsari Ponorogo: Arsitektur dan Spiritualitas yang Melewati Abad

Masjid Jami' Tegalsari Ponorogo: Arsitektur dan Spiritualitas yang Melewati Abad

Masjid Jami' Tegalsari di Ponorogo bukan sekadar bangunan tua; ia merupakan monumen hidup yang menyaksikan perjalanan panjang perkembangan Islam di wilayah tersebut. Berdiri sejak tahun 1724, masjid tertua ini menjadi saksi bisu sejarah, sekaligus pusat spiritualitas bagi masyarakat sekitar. Keberadaannya yang kokoh hingga kini menjadi daya tarik tersendiri, baik bagi para peneliti sejarah maupun jamaah yang datang dari berbagai penjuru. Lokasinya yang berdampingan dengan makam Kyai Ageng Muhammad Besari, tokoh kunci penyebaran Islam di Ponorogo dan pendiri pondok pesantren di daerah tersebut, semakin memperkuat nilai historis dan spiritual masjid ini.

Arsitektur Masjid Jami' Tegalsari menyimpan pesona tersendiri. Kunto Pramono, keturunan ke-8 Kyai Ageng Muhammad Besari, menjelaskan beberapa keunikannya. Struktur bangunan yang menawan ditopang oleh 36 tiang atau soko cagak kayu, yang secara ajaib disatukan tanpa menggunakan paku besi. Teknik pertukangan tradisional berupa pahat dan pantek menjadi bukti kecanggihan teknologi masa lalu. Atap masjid yang berbentuk persegi dan berundak tiga juga menyimpan makna simbolik: melambangkan rukun iman (iman, Islam, ihsan). Lebih unik lagi, kubah masjid yang terbuat dari tanah liat, meskipun telah berusia ratusan tahun, tetap kokoh berdiri hingga saat ini. Upaya pemugaran pernah direncanakan, namun kendala teknis menunjukkan keunikan dan keajaiban tersendiri. Selain itu, batu bancik di depan masjid, yang dipercaya tidak dapat dipindahkan, merupakan bagian tak terpisahkan dari sejarah bangunan ini sejak berdiri tahun 1724.

Keunikan Masjid Jami' Tegalsari juga terlihat dari aktivitas keagamaan yang berlangsung di dalamnya. Kunto menuturkan, masjid ini selalu ramai dikunjungi, terutama selama bulan Ramadan. Pada malam-malam ganjil di sepuluh hari terakhir Ramadan, khususnya malam ke-27, jumlah jamaah salat Tarawih membludak hingga mencapai puluhan ribu orang. Jumlah jamaah yang sangat banyak ini bahkan sampai meluas ke halaman masjid dan jalanan sekitarnya. Fenomena ini menunjukkan betapa pentingnya masjid ini bagi kehidupan spiritual masyarakat Ponorogo. Keberadaan Masjid Jami' Tegalsari bukan hanya sebagai tempat ibadah, melainkan juga sebagai pusat kebudayaan dan sejarah yang sarat makna. Ia menjadi bukti nyata tentang bagaimana nilai-nilai agama dan budaya dapat terjaga dan lestari melalui generasi. Melalui arsitekturnya yang unik dan sejarahnya yang kaya, Masjid Jami' Tegalsari tetap berdiri kokoh sebagai simbol keberlanjutan dan kekayaan budaya Indonesia.

Berikut beberapa poin penting yang menggambarkan keunikan Masjid Jami' Tegalsari:

  • Sejarah Berdiri: Didirikan pada tahun 1724.
  • Arsitektur Unik: 36 tiang kayu tanpa paku, atap berundak tiga, kubah gerabah.
  • Makna Simbolik: Atap berundak tiga melambangkan iman, Islam, dan ihsan.
  • Keterkaitan dengan Tokoh: Berdekatan dengan makam Kyai Ageng Muhammad Besari.
  • Kejadian Unik: Kubah dan batu bancik tidak dapat dipindahkan.
  • Ramadan: Jamaah Tarawih membludak hingga puluhan ribu orang selama bulan Ramadan, khususnya di malam ganjil 10 hari terakhir.