Pemerintah Pertimbangkan Kenaikan Harga Rumah Subsidi Tahun Depan: Evaluasi dan Penyesuaian Fitur Jadi Sorotan

Pemerintah saat ini tengah melakukan evaluasi terkait harga rumah subsidi, dengan kemungkinan adanya penyesuaian di tahun mendatang. Pertimbangan ini muncul seiring dengan usulan dari pengembang terkait kenaikan batas maksimal harga jual rumah subsidi, menyusul adanya perluasan cakupan masyarakat berpenghasilan rendah (MBR) yang berhak menerima fasilitas ini.

Komisioner Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat (BP Tapera), Heru Pudyo Nugroho, mengungkapkan bahwa evaluasi terhadap Peraturan Menteri PUPR terkait harga rumah subsidi sedang berlangsung. Kajian ini tidak hanya mempertimbangkan faktor ekonomi makro seperti kenaikan harga tanah, tetapi juga usulan penambahan fitur-fitur tertentu pada rumah subsidi. Fitur-fitur tersebut mencakup penambahan dudukan dapur, penanaman pohon di depan rumah, serta penyediaan sarana dan fasilitas umum yang lebih lengkap.

"Ini lagi proses, kita juga termasuk support ya untuk evaluasi Peraturan Menteri PUPR lama terkait dengan harga rumah subsidi. Kalau ada penambahan fitur-fitur tertentu, seperti ya ada request untuk dudukan dapur, kemudian ada pohon di depan, mungkin juga sarana fasum yang harus tersedia lengkap. Tentunya itu kan menjadi bahan pertimbangan juga," ujar Heru Pudyo Nugroho usai acara Serah Terima Kunci Program Rumah untuk Karyawan Industri Media di Bekasi.

Lebih lanjut, Heru menambahkan bahwa skema penyaluran FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) juga berpotensi diperluas, tidak hanya untuk rumah tapak tetapi juga untuk rumah vertikal. Hal ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memenuhi kebutuhan perumahan yang semakin beragam.

Sebelumnya, Ketua Umum DPP Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia (Apersi), Junaidi Abdillah, mengusulkan agar harga maksimal rumah subsidi dapat mencapai Rp 250 juta. Junaidi meyakini bahwa pasar akan secara alami menyeleksi harga dan lokasi rumah yang sesuai dengan kemampuan MBR.

Namun, Junaidi juga menekankan pentingnya memastikan bahwa perluasan cakupan pendapatan MBR tidak mengesampingkan masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 8 juta per bulan. Apersi mengusulkan agar alokasi subsidi dibagi, dengan 30% diperuntukkan bagi MBR dengan penghasilan hingga Rp 14 juta, dan 70% untuk MBR dengan penghasilan Rp 6 juta hingga Rp 8 juta. Hal ini bertujuan agar subsidi dapat dinikmati oleh masyarakat yang benar-benar membutuhkan.