Kementerian HAM Temukan Indikasi Pelanggaran HAM dalam Kasus Mantan Pemain Sirkus OCI
Kementerian HAM Soroti Dugaan Pelanggaran HAM dalam Kasus Mantan Pemain Sirkus OCI
Kementerian Hukum dan HAM (Kemenkumham) menyatakan adanya indikasi pelanggaran hukum dan hak asasi manusia (HAM) dalam kasus yang melibatkan mantan pemain sirkus Oriental Circus Indonesia (OCI). Hal ini terungkap setelah Kemenkumham melakukan analisis terhadap kronologi yang disampaikan oleh pihak pengadu serta rekomendasi yang dikeluarkan oleh Komnas HAM pada tahun 1997.
"Kementerian HAM berpendapat bahwa terdapat dugaan pelanggaran hukum dan hak asasi manusia dalam kasus ini," tegas Direktur Jenderal Pelayanan dan Kepatuhan HAM, Munafrizal Manan, dalam konferensi pers yang diadakan di kantor Kementerian HAM, Jakarta, pada Rabu (7/5/2025).
Menurut Munafrizal, terdapat empat poin utama yang menjadi sorotan Kemenkumham terkait dugaan pelanggaran dalam kasus ini:
- Pelanggaran hak anak untuk mengetahui asal usul, identitas, hubungan keluarga, dan orang tua, serta hak untuk bebas dari eksploitasi ekonomi. Selain itu, anak-anak juga berhak memperoleh pendidikan yang layak dan mendapatkan perlindungan serta jaminan sosial yang sesuai dengan hukum yang berlaku.
- Dugaan terjadinya kekerasan fisik yang berpotensi mengarah pada penganiayaan terhadap mantan pemain sirkus OCI.
- Adanya indikasi kekerasan seksual yang diduga dilakukan oleh salah seorang pihak yang diadukan.
- Dugaan praktik perbudakan modern dalam pengelolaan pemain sirkus OCI.
Munafrizal menjelaskan bahwa berdasarkan hasil penanganan kasus ini, ditemukan fakta bahwa OCI menerima penyerahan anak-anak dari orang tua untuk kemudian dirawat dan dibesarkan oleh keluarga HM. Namun, ia menekankan perlunya pendalaman lebih lanjut terkait proses penyerahan anak-anak tersebut. Tujuannya adalah untuk memastikan apakah prosedur yang ditempuh telah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
"Selain itu, perlu pula ditelisik lebih lanjut apakah penyerahan/pengambilan anak-anak tersebut merupakan inisiatif dan perbuatan proaktif oleh OCI," tambahnya.
Lebih lanjut, Munafrizal mengakui bahwa aspek pembuktian menjadi tantangan utama dalam kasus ini. Hal ini disebabkan oleh keterbatasan akses terhadap dokumen-dokumen penting yang berada di bawah kendali pihak teradu. Kemenkumham sendiri tidak memiliki wewenang untuk melakukan pemeriksaan atau penyitaan dokumen, pemanggilan paksa, maupun tindakan investigatif lain yang bersifat memaksa.
"Hal ini menyebabkan proses verifikasi atas fakta-fakta yang disampaikan menjadi sangat terbatas, bergantung sepenuhnya pada kemauan dan kesukarelaan pihak-pihak untuk membuka informasi," jelasnya.
Menyikapi situasi ini, Kementerian HAM mengeluarkan sejumlah rekomendasi yang ditujukan kepada Bareskrim Polri. Rekomendasi tersebut meliputi:
- Melakukan pemeriksaan atas dugaan tindak pidana dalam kasus ini, dengan fokus pada pengalaman yang dialami oleh mantan pemain sirkus OCI dari generasi terakhir.
- Melakukan pemeriksaan untuk memastikan kapan secara de facto OCI berhenti beroperasi dalam pertunjukan hiburan sirkus. Hal ini penting untuk menentukan tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana yang relevan dengan pertanggungjawaban hukum dalam kasus ini.
- Meminta pihak pendiri dan pemilik OCI untuk menyerahkan dokumen-dokumen terkait penyerahan/pengambilalihan anak-anak. Dokumen ini diperlukan untuk mengungkap dan menelusuri identitas diri serta asal usul keluarga para mantan pemain sirkus OCI.
- Melakukan ekspose perkara dalam penanganan kasus ini dan menyampaikan hasilnya kepada publik secara transparan.
Selain itu, Kementerian HAM juga meminta Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak untuk memfasilitasi pemulihan trauma (trauma healing) bagi para mantan pemain sirkus OCI. Langkah ini dipandang sebagai bentuk pelaksanaan penanganan perlindungan hak perempuan dan perlindungan anak.
Munafrizal juga menyinggung mengenai pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF), yang menurutnya dapat dilakukan atas dasar permintaan resmi dari DPR RI setelah adanya kesimpulan tertulis dalam Rapat DPR RI.
Sebelumnya, sejumlah mantan pemain sirkus OCI telah mengadukan pengalaman pahit mereka selama bertahun-tahun menjadi pemain sirkus ke Kementerian HAM. Mereka mengaku mengalami berbagai bentuk kekerasan fisik, eksploitasi, hingga perlakuan tidak manusiawi seperti dirantai, disetrum, dan dipisahkan dari anak-anak mereka.
Founder Oriental Circus Indonesia, Tony Sumampau, telah membantah tudingan praktik eksploitasi dan perbudakan terhadap para pemain sirkus di bawah naungan OCI. Ia mengakui bahwa proses latihan di sirkus memang memerlukan kedisiplinan tinggi yang terkadang melibatkan tindakan tegas, namun ia mengklaim hal tersebut wajar dalam dunia olahraga dan bukan merupakan bentuk kekerasan yang disengaja.