Kasus Sengketa Lahan di Bantul, Modus Operandi Diduga Lebih Canggih dari Kasus Sebelumnya
Pemerintah Kabupaten Bantul tengah mendalami kasus dugaan praktik mafia tanah yang dialami oleh Bryan Manov Qrisna Huri, seorang warga Argajadan, Tamantirto, Kasihan. Bupati Bantul, Abdul Halim Muslih, menyatakan bahwa kasus ini memiliki kemiripan dengan kasus yang sebelumnya menimpa Mbah Tupon, namun dengan tingkat kecurangan yang dinilai lebih kompleks.
"Kami menemukan adanya indikasi bahwa kasus ini lebih ekstrem dari kasus Mbah Tupon. Dalam kasus Bryan, tidak ada satu pun tanda tangan dari anggota keluarga yang tertera dalam dokumen peralihan hak, namun sertifikat tanah tersebut bisa berubah nama," ujar Halim kepada awak media di Bantul.
Halim menjelaskan perbedaan mencolok antara kasus Bryan dan Mbah Tupon. Dalam kasus Mbah Tupon, korban diduga menandatangani dokumen tanpa menyadari isinya karena keterbatasan kemampuan membaca dan menulis. Sementara dalam kasus Bryan, Halim menduga kuat adanya praktik pemalsuan dokumen.
"Bagaimana mungkin terjadi peralihan hak tanpa adanya akta jual beli? Dalam setiap akta, pasti diperlukan tanda tangan pemilik sertifikat, dan dalam kasus ini, tanda tangan tersebut tidak pernah ada," tegas Halim.
Bupati juga menambahkan bahwa seluruh anggota keluarga Bryan memiliki kemampuan membaca dan menulis. Hal ini semakin memperkuat dugaan adanya tindak pemalsuan dalam proses peralihan hak atas tanah tersebut. Selain itu, tim investigasi juga menemukan indikasi keterlibatan jaringan yang sama dalam kasus Bryan dan Mbah Tupon.
"Investigasi awal menunjukkan adanya nama-nama yang mirip dalam kedua kasus ini. Namun, kami masih terus mendalami apakah orang-orang tersebut memang sama atau berbeda," ungkapnya.
Lebih lanjut, Halim menjelaskan bahwa dalam kedua kasus tersebut, baik kasus Mbah Tupon maupun Bryan, proses pemindahan nama kepemilikan tanah melibatkan pembayaran Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). Pihak pemungut pajak, menurut Halim, tidak memiliki kewajiban untuk memverifikasi keabsahan sertifikat atau identitas pemilik tanah yang sebenarnya.
"Pembayaran BPHTB memberikan kesan bahwa telah terjadi peralihan hak yang sah. Namun, dalam kasus ini, akta jual belinya diduga palsu. Yang mengherankan adalah bagaimana sertifikat tanah dapat dengan mudah berpindah tangan tanpa adanya tanda tangan pemilik yang sah," pungkas Halim.
Kasus ini menjadi perhatian serius Pemerintah Kabupaten Bantul, yang berjanji akan mengusut tuntas praktik mafia tanah yang merugikan masyarakat. Pemerintah daerah juga mengimbau masyarakat untuk lebih berhati-hati dalam melakukan transaksi jual beli tanah dan selalu memastikan keabsahan dokumen yang terkait.