Desakan Ekonomi Mendorong Warga Bekasi Menjual Data Biometrik Mata ke WorldID di Tengah Kontroversi Izin
Di tengah isu pembekuan operasional oleh pemerintah, sejumlah warga di Bekasi nekat 'menjual' data retina mata mereka ke layanan digital WorldID. Alasan utama tindakan ini adalah himpitan ekonomi yang mendera, dengan harapan mendapatkan penghasilan tambahan secara instan.
Mulyana, seorang warga Kampung Gabus, Tambun Utara, mengungkapkan bahwa dirinya tertarik dengan program WorldID sebagai solusi jangka pendek untuk masalah keuangannya. Terinspirasi oleh keberhasilan rekannya yang memperoleh ratusan ribu rupiah per bulan, Mulyana bahkan mengajak tujuh anggota keluarganya untuk ikut serta. Meskipun sempat khawatir mengenai potensi penyalahgunaan data, ia tetap berharap program ini dapat meringankan beban ekonominya.
"Katanya minimal banget Rp 300.000 sebulan. Selama 12 bulan dapatnya," ujar Mulyana.
Senada dengan Mulyana, Siti, seorang warga Kampung Gabus lainnya, juga tergiur dengan iming-iming uang Rp 200.000 dari WorldID. Sulitnya mencari pekerjaan menjadi faktor pendorong utama bagi Siti untuk mendaftar. Ia mengetahui informasi mengenai WorldID dari temannya dan segera mengunduh aplikasi World App, mengisi data diri, dan mendaftar untuk jadwal pemindaian data mata. Namun, setibanya di gerai WorldID, Siti mendapati bahwa layanan tersebut telah dibekukan oleh pemerintah.
"Saya daftar di World App katanya biar dapat uang. Katanya dapat Rp 200.000-an," kata Siti.
Baik Mulyana maupun Siti sama-sama menyadari risiko yang mungkin timbul akibat menyerahkan data biometrik mata mereka kepada pihak lain. Namun, desakan ekonomi yang kuat membuat mereka rela mengambil risiko tersebut. Pembekuan layanan WorldID oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkominfo) menambah kekhawatiran masyarakat terkait keamanan data mereka.
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah membekukan sementara tanda daftar penyelenggara sistem elektronik (PSE) Worldcoin dan WorldID. Tindakan ini diambil menyusul laporan dari masyarakat mengenai aktivitas yang mencurigakan terkait layanan tersebut. Kominfo berencana memanggil perwakilan dari PT Terang Bulan Abadi dan PT Sandina Abadi Nusantara untuk mengklarifikasi dugaan pelanggaran ketentuan penyelenggaraan sistem elektronik.
Menurut penelusuran awal, PT Terang Bulan Abadi belum terdaftar sebagai PSE dan tidak memiliki Tanda Daftar Penyelenggara Sistem Elektronik (TDPSE) yang diwajibkan oleh peraturan perundang-undangan. Sementara itu, Tools for Humanity (TFH), perusahaan pengembang Worldcoin dan WorldID, menyatakan bahwa mereka sedang berupaya mencari kejelasan mengenai persyaratan izin dan lisensi yang relevan. TFH juga menegaskan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam mengatasi segala kekurangan atau kesalahpahaman dalam proses perizinan.
Kronologi Kejadian:
- Warga Bekasi tergiur tawaran uang dari WorldID dengan imbalan data retina mata.
- Himpitan ekonomi menjadi alasan utama warga untuk mengikuti program ini.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika membekukan layanan WorldID karena masalah perizinan.
- Warga yang telah mendaftar merasa khawatir data mereka akan disalahgunakan.
- TFH menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah.
Pernyataan Pihak Terkait:
- Mulyana (Warga Bekasi): Berharap program WorldID dapat membantu mengatasi masalah ekonomi.
- Siti (Warga Bekasi): Tergiur dengan iming-iming uang dari WorldID karena sulit mencari pekerjaan.
- Kementerian Komunikasi dan Informatika: Membekukan layanan WorldID karena masalah perizinan dan laporan masyarakat.
- Tools for Humanity (TFH): Menyatakan kesiapannya untuk bekerja sama dengan pemerintah dalam menyelesaikan masalah perizinan.