Kekhawatiran Petani Sawit Kecil Mengemuka Terkait Dampak Kebijakan DHE SDA

Praktisi kelapa sawit dari Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Mansuetus Darto, menyampaikan kekhawatiran mendalam terkait dampak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 8 Tahun 2025 tentang Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam (DHE SDA) terhadap petani sawit skala kecil. Regulasi ini mewajibkan eksportir untuk menyimpan DHE SDA dalam negeri.

Menurut Darto, meskipun petani kecil tidak terlibat langsung dalam ekspor hasil panen mereka seperti minyak sawit mentah (CPO) atau tandan buah segar (TBS), mereka sangat bergantung pada rantai pasokan yang melibatkan koperasi, tengkulak, dan terutama pabrik pengolahan kelapa sawit. Pabrik-pabrik ini, pada gilirannya, sangat bergantung pada eksportir kelapa sawit.

Darto menjelaskan bahwa kebijakan DHE SDA dapat menciptakan efek domino yang merugikan petani kecil. Jika eksportir mengalami kesulitan keuangan akibat dana yang tertahan dalam negeri, mereka mungkin tidak dapat membeli TBS atau CPO dari perusahaan sawit. Hal ini dapat menyebabkan penurunan serapan hasil panen, yang berakibat pada kesulitan petani untuk menjual hasil panen mereka dan penurunan harga TBS. Saat ini, harga TBS sudah menunjukkan penurunan sebesar Rp 30 hingga Rp 50 per kilogram.

Dampak lebih lanjut yang mungkin terjadi antara lain:

  • TBS petani tidak laku terjual.
  • Eksportir menjadi lebih selektif dalam memilih pemasok.
  • Eksportir memprioritaskan bahan baku dari grup perusahaan sendiri.
  • Pabrik-pabrik banyak yang terpaksa ditutup, menyebabkan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal.

"Jika perusahaan eksportir kesulitan likuiditas karena harus menyimpan DHE di dalam negeri selama 12 bulan, bisa jadi mereka lebih selektif membeli bahan baku (TBS), atau menekan harga beli dari petani," ujar Darto.

Darto menekankan bahwa meskipun petani sawit skala kecil bukan eksportir langsung, mereka tetap rentan terhadap dampak kebijakan DHE SDA. Ia menambahkan bahwa dampak kebijakan ini bisa bersifat positif atau negatif, tergantung pada bagaimana perusahaan dan pemerintah mengelola transisi ini. Darto mengusulkan agar perkebunan diperlakukan serupa dengan sektor minyak dan gas, di mana hanya 30 persen DHE yang wajib disimpan, bukan 100 persen.

Selain itu, Darto juga menyoroti potensi dampak negatif aturan DHE SDA terhadap program hilirisasi sawit dan ketersediaan CPO nasional untuk industri makanan dan energi. PP Nomor 8 Tahun 2025, yang diumumkan oleh Presiden Prabowo Subianto pada 17 Februari 2025, mewajibkan eksportir di sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan untuk menempatkan 100 persen DHE SDA dalam sistem keuangan nasional selama 12 bulan dalam rekening khusus di bank nasional. Sementara itu, sektor minyak dan gas bumi tetap mengikuti aturan yang berlaku dalam PP Nomor 36 Tahun 2023.