Konsekuensi Penolakan Harvard: Dana Penelitian Dibekukan, Ilmuwan Terancam Kehilangan Pekerjaan
Dampak Pembekuan Dana Hibah AS terhadap Penelitian di Harvard
Penolakan Universitas Harvard terhadap tuntutan pemerintahan Donald Trump terkait 'reformasi' pandangan dan struktur internal kampus telah berujung pada pembekuan dana hibah federal senilai miliaran dolar. Langkah ini tidak hanya mengancam keberlangsungan proyek-proyek penelitian krusial, tetapi juga masa depan para ilmuwan dan mahasiswa yang terlibat. Pembekuan dana sebesar USD 2,2 miliar dan kontrak senilai USD 60 juta telah memaksa penghentian pekerjaan pada sejumlah proyek, termasuk penelitian penting di Wyss Institute for Biologically Inspired Engineering.
Don Ingber, direktur pendiri Wyss Institute, mengungkapkan bahwa dua proyeknya yang bekerja sama dengan Departemen Kesehatan dan Layanan Kemanusiaan AS, yang berfokus pada pemodelan berbasis organ-on-a-chip, menjadi korban pertama dari kebijakan ini. Proyek-proyek tersebut, dengan nilai kontrak lebih dari USD 19 juta, bertujuan untuk mengembangkan alat pemodelan kerusakan jaringan dan mengidentifikasi obat baru untuk memperbaiki efek radiasi pada organ vital manusia. Penelitian ini sangat penting, terutama mengingat rencana pemerintah AS untuk meningkatkan produksi tenaga nuklir guna mendukung industri kecerdasan buatan (AI).
John A Paulson, seorang profesor di Sekolah Kedokteran Harvard dan Sekolah Teknik dan Sains Terapan Harvard, menekankan pentingnya penelitian ini tidak hanya untuk merespons kebutuhan energi industri AI, tetapi juga untuk memodelkan kerusakan radiasi pada organ manusia akibat kecelakaan reaktor nuklir, terapi radiasi kanker, atau bahkan ledakan bom nuklir. Proyek kedua Ingber, yang memodelkan dampak gravitasi mikro dan paparan radiasi pada astronaut, juga terancam. Penelitian ini menggunakan chip khusus yang dipasang pada sel astronaut untuk menyelidiki dampak misi antariksa pada sumsum tulang.
Masa Depan Ilmuwan dan Mahasiswa dalam Ketidakpastian
Penghentian proyek-proyek penelitian ini telah menciptakan ketidakpastian bagi mahasiswa, peneliti, dan rekan pascadoktoral yang terlibat. Ingber menyatakan keengganannya untuk melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), namun mengakui bahwa proyek yang dihentikan di tengah jalan berpotensi hilang, yang dapat berdampak buruk pada kemajuan tesis mahasiswa dan publikasi ilmiah peneliti pascadoktoral. Ia berupaya mencari opsi hibah lain dan dana internal untuk menjaga proyek tetap berjalan dan melindungi anggota timnya.
Beberapa ilmuwan imigran di Wyss Institute bahkan telah mempertimbangkan untuk mencari pekerjaan di Eropa akibat ketidakpastian ini. Seorang ilmuwan pascadoktoral Eropa yang baru direkrut membatalkan penerimaannya karena merasa tidak aman menjadi orang asing di AS. Ingber menyayangkan dampak kebijakan pemerintah terhadap industri dan sistem inovasi AS, yang selama ini didukung oleh kemitraan antara pemerintah dan akademisi.
Akar Konflik antara Harvard dan Pemerintahan Trump
Konflik antara Harvard dan pemerintahan Trump bermula dari kritik terhadap penanganan universitas terhadap aksi mahasiswa terkait perang Gaza. Pemerintah AS menuduh Harvard gagal melindungi mahasiswa Yahudi dari diskriminasi dan pelecehan antisemitisme, yang dianggap melanggar Undang-Undang Hak Sipil AS tahun 1964. Sebagai tanggapan, Presiden Harvard Alan Garber menegaskan komitmen kampusnya untuk memerangi antisemitisme dan mempertahankan kebijakan penerimaan mahasiswa yang beragam.
Pemerintahan Trump kemudian mengirim surat tuntutan kepada Harvard untuk melakukan 'audit' terhadap program, departemen, dan pandangan mahasiswa, pengajar, dan staf, serta mengubah struktur tata kelola dan praktik perekrutan. Harvard menolak tuntutan ini, dengan alasan bahwa perubahan yang diminta melanggar independensi perguruan tinggi dan hak konstitusionalnya. Penolakan ini berujung pada pembekuan pendanaan federal untuk Harvard.