Apple Berjuang Menghadapi Potensi Dampak Tarif Era Trump: Ketidakpastian Pasar Meningkat
Ancaman tarif yang diberlakukan di era pemerintahan Donald Trump masih menghantui perusahaan teknologi raksasa, Apple. Meskipun mampu mengatasi dampak tarif secara terbatas hingga kuartal Maret 2025, dengan biaya tambahan sekitar 900 juta USD yang diperkirakan untuk kuartal yang berakhir Juni, ketidakpastian mengenai masa depan terus membayangi.
CEO Apple, Tim Cook, mengakui kesulitan dalam memprediksi dampak tarif dalam jangka panjang. Kurangnya kejelasan ini membuat investor khawatir, tercermin dari penurunan saham Apple sebesar 4% meskipun perusahaan melaporkan pendapatan yang melampaui ekspektasi Wall Street. Pertumbuhan penjualan iPad dan komputer Mac yang kuat juga tidak mampu meredam kekhawatiran pasar terhadap ketidakpastian kebijakan tarif.
Ketidakpastian ini menyoroti bagaimana perusahaan multinasional sekaliber Apple pun rentan terhadap fluktuasi kebijakan perdagangan. Tim operasional Apple disebut terus berupaya mengoptimalkan rantai pasokan dan inventaris. Strategi diversifikasi sumber produksi ke negara-negara seperti India dan Vietnam menjadi salah satu upaya mitigasi risiko.
Saat ini, Apple mengandalkan India dan Vietnam sebagai basis produksi untuk produk-produk yang diekspor ke Amerika Serikat. Namun, strategi ini menghadapi tantangan apabila kedua negara tersebut juga terkena dampak tarif impor di masa mendatang. Saat ini China dikenakan tarif 145% oleh pemerintahan Trump. Cook berharap sebagian besar iPhone yang dijual di AS akan berasal dari India. Vietnam akan menjadi negara asal untuk hampir semua produk iPad, Mac, Apple Watch, dan AirPods yang dijual di AS.
Ekspansi rantai pasokan Apple ke Vietnam dan India dalam beberapa tahun terakhir merupakan langkah strategis untuk mengurangi ketergantungan pada China. Akan tetapi, efektivitas strategi ini akan diuji jika tarif Trump diperluas ke negara-negara tersebut. Apple terus berjuang beradaptasi dengan perubahan lanskap perdagangan global.