Indonesia Jajaki Kolaborasi Riset Pertanian Modern dengan Belanda, Fokus Tingkatkan Produksi Kedelai Nasional

Wakil Menteri Pertanian, Sudaryono, baru-baru ini melakukan lawatan penting ke Wageningen University and Research (WUR) di Belanda, sebuah institusi terkemuka dunia dalam bidang riset pertanian. Kunjungan ini merupakan langkah strategis pemerintah Indonesia untuk mempercepat transformasi sektor pertanian dalam negeri dan menekan ketergantungan pada impor pangan, terutama komoditas kedelai.

Dalam kunjungan tersebut, Sudaryono didampingi oleh Rektor IPB University, Arif Satria, serta sejumlah pejabat tinggi dari Kementerian Pertanian dan Kementerian Kelautan dan Perikanan. Agenda utama dari kunjungan ini adalah menjalin kemitraan internasional dalam riset dan pengembangan teknologi pertanian.

"Kami berada di Wageningen University and Research, salah satu universitas terbaik di dunia dalam bidang pertanian. Bersama Prof. Arif Satria dan tim, kami berupaya mencari solusi inovatif untuk menjawab tantangan di sektor pangan dan pertanian Indonesia," ungkap Sudaryono dalam keterangan tertulisnya.

Fokus utama dari kunjungan ini adalah mengeksplorasi dan mengadopsi teknologi pertanian terkini yang relevan dengan kondisi agroklimat Indonesia. Diharapkan, penerapan teknologi ini dapat meningkatkan produktivitas pertanian, mengurangi impor, dan meningkatkan taraf hidup petani.

"Tujuan kami adalah menemukan teknologi terbaik yang dapat diadaptasi dan diterapkan di Indonesia. Upaya ini semata-mata untuk meningkatkan kesejahteraan petani kita dan mendongkrak produktivitas pertanian nasional. Dengan demikian, kita dapat mengurangi impor dan meningkatkan ekspor, sehingga swasembada pangan dapat segera terwujud dan Indonesia menjadi negara yang berdaulat di bidang pangan," lanjut Sudaryono.

Dalam diskusi intensif dengan para peneliti WUR, Sudaryono menyoroti isu krusial terkait produktivitas kedelai. Saat ini, Indonesia masih sangat bergantung pada impor kedelai untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri.

"Indonesia tidak boleh terus menerus bergantung pada impor kedelai. Kita memerlukan terobosan teknologi agar petani dapat menghasilkan kedelai secara lebih efisien dan kompetitif," tegas Sudaryono.

Beberapa potensi kerja sama yang dibahas dalam pertemuan tersebut antara lain:

  • Pengembangan varietas kedelai unggul yang adaptif terhadap iklim tropis Indonesia.
  • Penerapan sistem pertanian presisi (precision farming) yang memanfaatkan data dan kecerdasan buatan (artificial intelligence).
  • Pengembangan model pertanian berkelanjutan untuk meningkatkan efisiensi penggunaan input dan hasil panen.
  • Pertukaran peneliti dan program pelatihan teknis bagi petani dan akademisi Indonesia.

"Kemitraan ini bukan hanya tentang teknologi, tetapi juga tentang memperkuat sistem riset, inovasi, dan pendidikan pertanian di Indonesia," jelas Sudaryono.

Wageningen University and Research (WUR) dikenal memiliki keunggulan dalam bidang agroteknologi, bioteknologi, dan riset pertanian tropis. Pemerintah Indonesia berharap dapat memanfaatkan keunggulan ini untuk mempercepat pencapaian target swasembada pangan dan membangun ekosistem pertanian modern yang berbasis pada sains dan teknologi.

Sudaryono menegaskan komitmen Kementerian Pertanian untuk terbuka terhadap berbagai inovasi dan kemitraan yang dapat mendorong kemandirian, modernisasi, dan daya saing pertanian Indonesia di kancah global. Pemerintah juga akan fokus pada peningkatan produktivitas komoditas pertanian lainnya, setelah berhasil mencatatkan surplus beras dan penyerapan gabah yang tinggi oleh Perum Bulog.

Langkah-langkah ini merupakan bagian dari strategi komprehensif untuk memperkuat ketahanan pangan nasional, terutama untuk komoditas strategis seperti kedelai yang masih bergantung pada impor. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi gabah nasional hingga April 2025 mencapai 13,95 juta ton, dengan surplus beras sekitar 2,8 hingga 3 juta ton dibandingkan konsumsi domestik yang hanya 10,37 juta ton.

Perum Bulog telah menyerap lebih dari 1,3 juta ton setara beras hingga akhir April, meningkat signifikan sebesar 2.000% dibandingkan periode yang sama pada 2015. Kebijakan Harga Pembelian Pemerintah (HPP) gabah sebesar Rp6.500 per kg dan penghapusan rafaksi menjadi faktor kunci dalam peningkatan penyerapan ini.

Sudaryono, yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengawas Bulog, menekankan bahwa keberhasilan ini menjadi landasan untuk memperluas fokus pada komoditas lain seperti kedelai.

"Setelah surplus beras, kita harus memastikan komoditas strategis lain seperti kedelai juga mandiri. Ini adalah bagian dari visi menjadikan Indonesia sebagai lumbung pangan dunia," pungkasnya.