Lampu Hijau dari Presiden Prabowo untuk RUU Perampasan Aset: Antara Dukungan dan Realisasi
Presiden Prabowo Subianto Mendukung RUU Perampasan Aset, Realisasi Masih Menunggu?
Dukungan terhadap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset terus mengalir, kali ini datang dari Presiden Prabowo Subianto. Pernyataan dukungan ini disampaikan saat peringatan Hari Buruh Internasional (May Day) pada 1 Mei 2025 di Jakarta. Prabowo menegaskan komitmennya dalam pemberantasan korupsi dan pentingnya undang-undang ini untuk memastikan aset hasil kejahatan dikembalikan kepada negara.
"Enak saja, sudah mencuri, tidak mau mengembalikan aset. Saya tarik saja itu," tegas Prabowo, yang disambut antusias oleh para buruh yang hadir.
Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, juga menyatakan kesiapan pemerintah untuk membahas RUU ini bersama DPR. Menurut Yusril, undang-undang ini krusial untuk memberikan landasan hukum yang kuat bagi hakim dalam memutuskan penyitaan dan perampasan aset hasil korupsi. Tujuannya adalah menciptakan keadilan, kepastian hukum, dan perlindungan terhadap hak asasi manusia, serta mencegah penyalahgunaan kekuasaan oleh aparat penegak hukum.
Penundaan Pembahasan RUU Perampasan Aset di DPR
Namun, di tengah dukungan yang menguat, Wakil Ketua DPR Adies Kadir memberikan sinyal bahwa pembahasan RUU Perampasan Aset tidak akan dilakukan dalam waktu dekat. Adies menjelaskan bahwa DPR akan memprioritaskan revisi Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) terlebih dahulu, yang akan mengatur mekanisme perampasan aset hasil tindak pidana. Langkah ini dianggap perlu untuk menghindari penyalahgunaan kekuasaan dalam proses perampasan aset.
"Seluruh pidana intinya di KUHAP. KUHAP ini nanti yang mengatur bagaimana tentang perampasan aset ini," ujar Adies.
Meski demikian, Adies menegaskan bahwa DPR sejalan dengan dukungan Presiden Prabowo terhadap RUU Perampasan Aset dan akan mendorong komisi terkait untuk segera menyelesaikan pembahasan KUHAP.
Harapan dan Kekhawatiran dari Akademisi
Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi Universitas Gadjah Mada, Zaenur Rohman, menyambut baik dukungan Prabowo, namun menekankan pentingnya tindakan nyata. Zaenur mengingatkan bahwa dukungan ini bukan kali pertama disampaikan dan menuntut aksi konkret dari Presiden, termasuk mengonsolidasikan partai politik pendukung untuk mendorong pembahasan RUU di DPR.
Zaenur juga meyakini bahwa intervensi langsung dari Presiden akan mempercepat proses pembahasan dan pengesahan RUU, seperti yang terjadi pada RUU lainnya. Namun, ia juga menduga adanya kekhawatiran di kalangan DPR terkait RUU ini, yang mungkin dianggap sebagai "senjata makan tuan". Oleh karena itu, Zaenur menyarankan agar Presiden Prabowo mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) untuk memaksa DPR membahas RUU Perampasan Aset.
RUU Perampasan Aset: Jalan Panjang yang Belum Berujung
RUU Perampasan Aset bukanlah isu baru. Wacana ini telah lama bergulir, namun belum juga membuahkan hasil. Pada periode pemerintahan sebelumnya, Presiden Joko Widodo juga telah berulang kali menyampaikan dukungannya, namun prosesnya tetap terhambat di DPR. Pemerintah telah mengirimkan surat presiden terkait RUU ini sejak Mei 2023, namun tidak kunjung dibahas hingga akhir masa jabatan periode 2019-2024.
Dengan pemerintahan yang baru, harapan untuk pengesahan RUU Perampasan Aset kembali muncul. Namun, RUU ini tidak termasuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025, melainkan hanya tercantum dalam prolegnas jangka menengah 2025-2029. Ketua Badan Legislasi DPR, Bob Hasan, berdalih bahwa RUU ini masih memerlukan kajian yang lebih mendalam. Sementara itu, Menteri Hukum, Supratman Andi Agtas, menekankan pentingnya komunikasi intens dengan setiap partai politik di DPR agar RUU ini dapat segera disahkan.