Desakan Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Perlindungan Perempuan Adat di Hari Perempuan Internasional
Desakan Pengesahan RUU Masyarakat Adat: Perlindungan Perempuan Adat di Hari Perempuan Internasional
Pada peringatan Hari Perempuan Internasional 2025, desakan terhadap pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Masyarakat Adat kembali mencuat. Koalisi Masyarakat Sipil Kawal RUU Masyarakat Adat, melalui Koordinatornya Veni Siregar, menegaskan perlunya payung hukum yang kuat untuk melindungi hak-hak masyarakat adat, khususnya perempuan adat yang selama dua dekade menghadapi berbagai tantangan dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
Menurut Veni, tanpa RUU Masyarakat Adat, perempuan adat terus terancam kekerasan, diskriminasi, dan kriminalisasi. Ketiadaan payung hukum ini membuat mereka rentan terhadap perampasan tanah dan sumber daya alam yang selama ini menjadi basis kehidupan mereka. RUU ini, diharapkan mampu memberikan kepastian hukum atas hak masyarakat adat atas wilayahnya, serta menyediakan mekanisme perlindungan yang efektif dari berbagai bentuk eksploitasi dan perampasan. Lebih jauh lagi, pengesahan RUU ini diyakini akan memperkuat posisi perempuan adat dalam pengambilan keputusan terkait pengelolaan sumber daya alam, memberikan mereka peran yang lebih setara dan berdaya dalam masyarakat.
Sebagai contoh nyata kontribusi perempuan adat, Veni menunjuk Komunitas Adat Toro di Kulawi. Komunitas ini memiliki sistem adat yang kuat, di mana perempuan adat memegang peranan penting dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk pertanian, resolusi konflik, dan pengelolaan sawah dan ladang. Keterlibatan dan otoritas perempuan adat dalam pengelolaan sumber daya alam menunjukkan pentingnya peran mereka dalam menjaga keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan komunitas. Pengalaman ini, menurut Veni, menjadi bukti nyata betapa pentingnya pengakuan dan perlindungan hukum terhadap peran vital perempuan adat.
Senada dengan Veni, Yael Stefany dari Tim Kampanye Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat, menegaskan ketangguhan perempuan adat di berbagai daerah dalam melindungi tanah dan hutan. Berbagai komunitas adat telah berhasil mengelola hutan adat secara berkelanjutan, menjaga keanekaragaman hayati, dan membangun ekonomi berbasis kearifan lokal. Prestasi-prestasi ini, menurut Yael, harus dihargai dan dilindungi melalui pengesahan RUU Masyarakat Adat. Keberhasilan tersebut sekaligus menjadi bukti kapasitas dan kontribusi perempuan adat dalam pembangunan berkelanjutan.
Dalam momentum Hari Perempuan Internasional 2025, Koalisi Kawal RUU Masyarakat Adat menyampaikan beberapa tuntutan utama, antara lain:
- Pengesahan segera RUU Masyarakat Adat. Hal ini dianggap krusial untuk memberikan perlindungan hukum yang komprehensif bagi masyarakat adat, termasuk perempuan adat.
- Penghentian kekerasan dan kriminalisasi terhadap perempuan adat. Perlindungan hukum yang kuat diperlukan untuk mencegah dan menindak tegas segala bentuk kekerasan dan kriminalisasi yang dialami perempuan adat dalam memperjuangkan hak-hak mereka.
- Pemastian ruang penghidupan perempuan adat yang aman dan berkeadilan. Perempuan adat berhak atas akses yang setara terhadap sumber daya alam, pendidikan, kesehatan, dan kesempatan ekonomi yang layak, tanpa diskriminasi dan kekerasan.
Koalisi berharap pemerintah segera merespon tuntutan ini dan memprioritaskan pengesahan RUU Masyarakat Adat sebagai bentuk nyata penghormatan terhadap hak-hak asasi manusia dan peran penting perempuan adat dalam pembangunan berkelanjutan.