Ayah Tiri di Penajam Diduga Lakukan Pelecehan Seksual pada Anak Tiri, Ibu Kandung Terlibat?
Dugaan Pelecehan Seksual Mengguncang Penajam Paser Utara: Ironi Keluarga Terungkap
Kasus dugaan pelecehan seksual yang melibatkan seorang ayah tiri dan anak tirinya telah mencuat di Penajam Paser Utara (PPU), Kalimantan Timur, dan menggemparkan publik. DE, seorang wanita yang telah menikah, diduga menjadi korban serangkaian tindakan pelecehan dan percobaan pemerkosaan oleh ayah tirinya, SU. Laporan atas kejadian ini telah diajukan ke Polres Penajam Paser Utara sejak 3 Desember 2024 oleh Hairudin, suami korban.
Namun, yang lebih mengejutkan, ibu kandung korban, diduga terlibat dalam memuluskan aksi bejat tersebut. Hairudin mengungkapkan bahwa istrinya telah mengalami pelecehan sejak tahun 2019, jauh sebelum mereka menikah. Penderitaan DE kembali berlanjut ketika mereka tinggal di rumah SU pada tahun 2024. Pelaku disebut memanfaatkan situasi dengan dalih meminta bantuan korban dalam proyek pekerjaan.
Menurut keterangan Hairudin, selama tinggal serumah, SU kerap kali melakukan tindakan tidak senonoh, seperti menyentuh tubuh DE secara diam-diam, bahkan saat korban sedang memasak atau mandi. Saksi mata juga mengklaim melihat tangan pelaku menyusup ke dalam pakaian korban saat berada di dapur. Puncaknya, SU diduga mencoba memperkosa DE di teras rumah pada malam hari. Ibu kandung korban diduga berperan dengan berjaga di pintu, menghalangi DE untuk melarikan diri.
"Istri saya bilang, dia ditindih, kakinya dijepit. Dia teriak saat celananya ditarik. Tapi pintu dikunci sama mamanya," ungkap Hairudin.
Lambatnya Penanganan Kasus dan Dugaan Keterlibatan Ibu Kandung
Meski laporan telah diajukan sejak Desember 2024, Hairudin merasa kecewa dengan lambatnya perkembangan penyelidikan. Ia mengungkapkan bahwa pihak kepolisian terkesan menunda-nunda proses hukum, bahkan sempat mengusulkan mediasi antara korban dan pelaku. Hal ini juga dikeluhkan oleh Sudirman, Biro Hukum dari Tim Reaksi Cepat Perlindungan Perempuan dan Anak (TRC PPA) Kalimantan Timur, yang turut mendampingi kasus ini.
"Korban dan suaminya sempat dimintai keterangan, juga pelaku sempat dipanggil. Tapi hampir lima bulan tidak ada progres. Justru korban disuruh mediasi. Ini yang tidak masuk akal, karena dugaan perbuatan ini bukan perkara yang bisa dimediasi," kata Sudirman.
TRC PPA juga menyoroti dugaan pelanggaran hak-hak korban sebagai pelapor. DE dan keluarganya tidak menerima salinan bukti laporan dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) hingga hampir lima bulan setelah laporan diajukan. Bahkan, korban sempat dilarang memfoto dokumen laporannya sendiri.
"Ini kan aneh, hak pelapor seharusnya diberikan, termasuk bukti laporan dan SP2HP," tegas Sudirman.
Keterlibatan ibu kandung korban semakin memperburuk keadaan. Sudirman mengungkapkan bahwa pelaku diduga melakukan hubungan badan dengan ibu kandung korban di depan mata DE, setelah memaksa korban membuka pakaiannya.
"Korban menyaksikan langsung hubungan layaknya suami istri antara ibunya dengan pelaku. Saat itu, korban sudah dalam kondisi tanpa busana karena dipaksa buka pakaian. Namun, korban menolak saat pelaku ingin menyetubuhinya," jelas Sudirman.
Ironisnya, meski DE sudah menikah, pelaku terus mengejar dan menanyakan hal-hal pribadi terkait kehidupan seksual korban dengan suaminya, sehingga menambah tekanan psikologis pada korban.
TRC PPA menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga tuntas dan meminta aparat penegak hukum untuk bertindak tegas tanpa pandang bulu. Mereka menuntut agar pelaku diproses hukum sesuai dengan aturan yang berlaku.
"Tuntutan keluarga sangat jelas: pelaku harus diproses hukum sesuai aturan yang berlaku. Tidak boleh ada kompromi dalam perkara seperti ini," tegas Sudirman.
Hingga saat ini, pihak Polres Penajam Paser Utara belum memberikan respons terkait konfirmasi dan penjelasan mengenai penanganan kasus ini.