Hukum Membangun Toilet di Masjid: Kajian Fiqih dan Praktik

Hukum Membangun Toilet di Masjid: Kajian Fiqih dan Praktik

Masjid, sebagai tempat suci ibadah umat Islam, kerap kali menjadi pusat kegiatan keagamaan dan sosial. Keberadaan fasilitas penunjang seperti toilet atau kamar mandi seringkali menjadi pertimbangan, terutama mengingat pentingnya menjaga kesucian tempat ibadah. Pertanyaan mengenai hukum membangun toilet di dalam atau di dekat masjid seringkali muncul, memicu perdebatan dan perbedaan pandangan. Oleh karena itu, perlu dilakukan kajian mendalam terkait aspek fiqih dan praktiknya.

Pandangan mengenai diperbolehkannya pembangunan toilet di masjid telah didukung oleh beberapa kitab referensi fiqih. Salah satu rujukan yang sering dikutip adalah Kitab Bughyatul Mustarsyidin karya As-Sayyid 'Abdurrahman bin Muhammad bin Husain bin Umar Ba 'Alawy. Kitab ini menjabarkan bahwa hukum membangun toilet di area masjid bergantung pada waktu pembangunannya relatif terhadap pembangunan masjid itu sendiri. Jika pembangunan toilet dilakukan setelah pembangunan masjid selesai, maka toilet tersebut dianggap terpisah dan tidak otomatis memiliki status suci seperti masjid. Hal ini berarti, toilet tersebut tetap harus digunakan sesuai dengan ketentuan menjaga kebersihan dan kesucian, termasuk larangan membuang najis sembarangan. Sebaliknya, jika pembangunan toilet dilakukan bersamaan atau bahkan sebelum pembangunan masjid, maka hukumnya berbeda. Dalam kasus ini, toilet tidak secara otomatis terikat dengan hukum kesucian masjid. Oleh karena itu, penting untuk memperhatikan tahapan konstruksi dan perencanaan yang matang agar tidak terjadi pertentangan hukum.

Selain waktu pembangunan, orientasi toilet juga menjadi hal penting yang perlu diperhatikan. Dalam Islam, terdapat larangan membuang hajat menghadap kiblat. Hal ini berdasarkan beberapa riwayat hadits Nabi Muhammad SAW, yang meskipun terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama, tetap menekankan pentingnya menghormati arah kiblat sebagai penunjuk arah sholat. Oleh karena itu, desain dan konstruksi toilet harus mempertimbangkan aspek ini dengan cermat, memastikan posisi toilet, baik duduk maupun jongkok, tidak menghadap kiblat.

Imam Syafi'i dalam Kitab Al Umm, dan Imam Malik dalam Kitab al-Muwatha', memberikan pandangan yang senada mengenai larangan ini. Meskipun terdapat perbedaan pendapat mengenai sifat mutlak larangan tersebut, kesepakatan umum tetap pada pentingnya menghindari arah kiblat ketika membuang hajat. Pertimbangan ini perlu diintegrasikan dalam perencanaan dan pembangunan toilet di area masjid untuk menghindari pelanggaran syariat.

Kesimpulannya, pembangunan toilet di masjid diperbolehkan, namun harus memperhatikan beberapa hal penting. Waktu pembangunan relatif terhadap masjid, orientasi toilet yang tidak menghadap kiblat, dan menjaga kebersihan dan kesucian toilet merupakan hal-hal yang perlu diperhatikan agar tidak terjadi pertentangan hukum dan tetap menjaga kesucian masjid sebagai tempat ibadah.

Perencanaan yang matang dan konsultasi dengan ahli agama sangat penting dalam memastikan pembangunan toilet di area masjid sesuai dengan syariat Islam dan tidak mengurangi kesucian tempat ibadah.