Bisnis Hotel dan Restoran Terancam: Pemerasan Ormas dan Serangan Buzzer di Era Digital
Dunia usaha perhotelan dan restoran di Indonesia kini menghadapi tantangan ganda yang signifikan, yaitu praktik pemerasan yang dilakukan oleh organisasi masyarakat (ormas) dan serangan reputasi yang dilancarkan melalui media sosial oleh buzzer. Sekretaris Jenderal Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI), Maulana Yusran, mengungkapkan keresahan mendalam para pelaku usaha terkait kedua isu tersebut.
Praktik pemerasan oleh ormas, menurut Maulana, telah menjadi masalah kronis yang menggerogoti efisiensi dan kepastian hukum bagi dunia usaha. Ia menggambarkan situasi ini sebagai sesuatu yang sudah menjadi "makanan sehari-hari", bahkan cenderung semakin parah. Perusahaan-perusahaan di sektor perhotelan dan restoran seringkali menjadi sasaran permintaan imbalan yang tidak sesuai dengan prosedur hukum yang berlaku. Kondisi ini menciptakan iklim investasi yang tidak kondusif dan menghambat pertumbuhan bisnis. Kepastian hukum, menurutnya, adalah fondasi utama yang dibutuhkan untuk menarik investasi dan mendorong perkembangan sektor ini.
Namun, tantangan yang dihadapi dunia usaha tidak hanya terbatas pada tindakan pemerasan oleh ormas. Di era digital ini, ancaman baru muncul dari media sosial, di mana narasi negatif dapat dengan cepat menyebar luas dan merusak reputasi sebuah bisnis. Maulana menyoroti bahwa kekuatan media sosial bahkan dapat mengalahkan perizinan usaha resmi. Satu saja narasi negatif yang diviralkan, apalagi jika didukung oleh buzzer, dapat berdampak signifikan terhadap kelangsungan hidup sebuah perusahaan.
Siapa pun, tanpa terkecuali, berpotensi menjadi korban "premanisme digital". Penghakiman terhadap bisnis menjadi sangat mudah, terutama jika dilakukan tanpa dasar yang kuat dan hanya berdasarkan informasi yang tidak terverifikasi. Kondisi ini sangat memprihatinkan dan memerlukan perhatian serius dari pemerintah.
Maulana menekankan bahwa premanisme saat ini tidak hanya berbentuk fisik dari ormas yang meminta sesuatu di luar aturan, tetapi juga berasal dari media sosial. Buzzer-buzzer ini dapat membuat pelaku usaha menjadi resah dan tidak tenang dalam menjalankan bisnis mereka. Era digitalisasi memang memberikan kemudahan dalam penyebaran informasi, tetapi juga meningkatkan risiko bagi pelaku usaha. Kesalahan kecil dapat dengan cepat menyebar dan merusak reputasi yang telah dibangun selama bertahun-tahun.
Reputasi, citra, dan kepercayaan pelanggan sangat penting bagi bisnis di sektor perhotelan dan restoran. Jika sebuah bisnis diviralkan secara negatif tanpa dasar yang kuat, kerugian yang ditimbulkan dapat sangat besar. Oleh karena itu, Maulana mendesak pemerintah untuk segera mengambil tindakan dan membuat regulasi khusus untuk menangani masalah ini. Regulasi ini harus mampu melindungi pelaku usaha dari penyebaran informasi palsu dan kampanye hitam yang merusak reputasi mereka. Selain itu, regulasi juga harus memberikan kepastian hukum dan perlindungan bagi pelaku usaha yang menjadi korban pemerasan oleh ormas.
Berikut adalah point-point yang disampaikan oleh Maulana Yusran:
- Pemerasan ormas menjadi masalah kronis dan menghambat efisiensi bisnis.
- Media sosial dan buzzer menjadi ancaman baru bagi reputasi bisnis.
- Penghakiman terhadap bisnis di media sosial mudah dilakukan tanpa dasar yang kuat.
- Pemerintah perlu membuat regulasi khusus untuk melindungi pelaku usaha dari premanisme digital dan pemerasan ormas.