Indonesia dan Arab Saudi Bahas Kembali Penempatan Pekerja Migran dengan Gaji Minimum Rp 6,7 Juta

Pemerintah Indonesia sedang menjajaki peluang untuk kembali mengirimkan tenaga kerja Indonesia (TKI) ke Arab Saudi, dengan fokus utama pada peningkatan perlindungan dan kesejahteraan pekerja migran. Menteri Pelindungan Pekerja Migran Indonesia (P2MI) Abdul Kadir Karding mengungkapkan bahwa pihaknya tengah berdiskusi intensif dengan tim dari Kementerian Sumber Daya Manusia dan Pembangunan Sosial (MHRSD) Arab Saudi mengenai detail kesepakatan teknis.

Salah satu poin krusial dalam pembahasan tersebut adalah penetapan upah minimum (UM) bagi pekerja migran Indonesia yang bekerja di sektor domestik. Pihak Arab Saudi mengusulkan agar UM ditetapkan sebesar 1.500 Riyal Saudi, yang setara dengan sekitar Rp 6,7 juta (dengan asumsi kurs Rp 4.500). "Dalam proses pembahasan MOU, mereka sepakat untuk minimal gaji minimum 1.500 riyal, artinya sekitar Rp 6,7 sampai Rp 7 juta," ujar Karding saat Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI di Jakarta, Senin (28/4/2025).

Selain gaji minimum, ada beberapa poin penting lain yang masuk dalam pembahasan untuk memperkuat perlindungan TKI, diantaranya:

  • Bonus Umroh: TKI yang telah bekerja lebih dari dua tahun berhak mendapatkan bonus umroh gratis.
  • Asuransi dan Jaminan Sosial: Akan disediakan asuransi kesehatan, ketenagakerjaan, dan jiwa, yang sebelumnya tidak tersedia.
  • Pengaturan Jam Kerja dan Istirahat: Jam kerja akan diatur antara 8 hingga 10 jam sehari, dengan waktu istirahat yang jelas.

Lebih lanjut, sistem penempatan TKI akan diintegrasikan dan ditata ulang secara terpadu. MHRSD Arab Saudi akan menggunakan sistem komputer terintegrasi bernama Musaned, yang dikelola oleh badan Takamon. Sistem ini akan memantau hubungan kerja antara pemberi kerja, pekerja, dan agensi, serta mengatur dan melindungi hak-hak pekerja domestik dan majikan di Arab Saudi.

Sistem Musaned akan melakukan seleksi ketat terhadap calon pemberi kerja, termasuk:

  • Verifikasi keuangan
  • Status hukum
  • Kepatuhan terhadap regulasi
  • Pembatasan kuota pekerja

Dengan sistem ini, pemberi kerja yang memiliki catatan pelanggaran akan dilarang untuk mempekerjakan TKI. Kontrak kerja juga akan distandarisasi dalam bentuk elektronik, memiliki kekuatan hukum, dan dipantau secara ketat melalui sistem Musaned.

Dengan adanya kesepakatan ini, pemerintah Arab Saudi menawarkan kuota penempatan TKI di sektor domestik sebanyak 300.000 hingga 400.000 per tahun. Potensi remitansi yang dihasilkan diperkirakan mencapai Rp 23 triliun per tahun.

Selain itu, kuota penempatan TKI di sektor formal atau skill workers juga ditawarkan untuk ditingkatkan minimal sebesar 20%. Jumlah penempatan diperkirakan bisa mencapai 100.000 TKI per tahun, dengan potensi remitansi sekitar Rp 8,5 triliun.