Hakim Heru Hanindyo Terjerat TPPU Setelah Didakwa Menerima Suap dalam Kasus Ronald Tannur

Kejaksaan Agung (Kejagung) memperluas jerat hukum terhadap hakim nonaktif Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Heru Hanindyo, dengan menetapkannya sebagai tersangka dalam kasus dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Penetapan ini merupakan pengembangan dari kasus sebelumnya, di mana Heru didakwa menerima suap dan gratifikasi terkait dengan vonis bebas yang diberikan kepada Gregorius Ronald Tannur dalam kasus kematian Dini Sera Afrianti.

"Penetapan tersangka HH sejak tanggal 10 April 2025 dalam perkara tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana asal tindak pidana korupsi suap dan/atau gratifikasi tahun 2020 sampai dengan Tahun 2024," ujar Kapuspenkum Kejagung, Harli Siregar, kepada wartawan, Senin (28/4/2025).

Harli menjelaskan bahwa Heru dijerat dengan Pasal 3 dan atau Pasal 4 UU Nomor 8 tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pasal-pasal ini mengatur mengenai perbuatan menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga lainnya, menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana.

Kasus ini bermula dari penetapan Heru sebagai tersangka dugaan suap dan gratifikasi terkait pengurusan vonis bebas Ronald Tannur dalam kasus tewasnya Dini Sera Afrianti. Dalam persidangan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut Heru dengan hukuman 12 tahun penjara.

"Menuntut agar supaya majelis hakim Pengadilan Tipikor Jakarta memutuskan menyatakan terdakwa Heru telah terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi menerima suap dan gratifikasi," tegas jaksa saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jalan Bungur Raya, Jakarta Pusat, Selasa (22/4).

Selain hukuman penjara, jaksa juga menuntut Heru untuk membayar denda sebesar Rp 750 juta. Apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama 6 bulan.

JPU meyakini bahwa Heru telah melanggar Pasal 6 ayat 2 dan Pasal 12B juncto Pasal 18 UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Pasal-pasal ini mengatur mengenai penerimaan suap dan gratifikasi oleh penyelenggara negara.

Penetapan Heru sebagai tersangka TPPU menambah daftar panjang pejabat yang terjerat kasus serupa. Sebelumnya, mantan pejabat Mahkamah Agung (MA), Zarof Eicar, juga telah ditetapkan sebagai tersangka dugaan TPPU. Penetapan Zarof dilakukan sejak 10 April 2025 lalu, berdasarkan surat perintah penyidikan nomor 06 tahun 2025.

"Penyidik juga telah menetapkan ZR sebagai tersangka dalam TPPU dalam dugaan tindak pidana pencucian uang," imbuh Harli kepada wartawan di Kantor Kejaksaan Agung, Jakarta Selatan, Senin (28/4).

Kasus ini menjadi sorotan publik karena melibatkan seorang hakim yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam penegakan hukum. Penetapan Heru sebagai tersangka TPPU semakin memperburuk citra lembaga peradilan di mata masyarakat. Proses hukum terhadap Heru dan Zarof diharapkan dapat berjalan transparan dan akuntabel, serta dapat mengungkap praktik-praktik korupsi yang mungkin terjadi di lingkungan peradilan.