Perempuan dan Kemandirian Finansial: Meningkatkan Literasi untuk Kesetaraan Ekonomi
Perempuan dan Kemandirian Finansial: Meningkatkan Literasi untuk Kesetaraan Ekonomi
Isu kesetaraan dan emansipasi perempuan terus menjadi perhatian utama di berbagai forum publik. Semangat perjuangan R.A. Kartini dalam memperjuangkan kesetaraan perempuan di segala bidang kehidupan tetap relevan, terutama di bulan April yang merupakan bulan kelahirannya.
Namun, memperingati Hari Kartini bukan hanya sekadar menyanyikan lagu atau mengenakan kebaya. Momen ini seharusnya menjadi pengingat untuk terus berupaya meningkatkan pemberdayaan perempuan di Indonesia, sejalan dengan Program Asta Cita pemerintah.
Berdasarkan Global Gender Gap Report yang dirilis oleh World Economic Forum (WEF) pada tahun 2024, Indonesia berada di peringkat ketujuh di antara negara-negara ASEAN dan peringkat ke-100 secara global dengan indeks kesetaraan gender sebesar 0,686. Angka ini menunjukkan penurunan sebesar 0,011 poin dibandingkan tahun 2023. Hal ini mengindikasikan masih banyak pekerjaan rumah yang perlu diselesaikan dalam mewujudkan kesetaraan gender.
Peran perempuan dalam keluarga sangat kompleks, baik sebagai individu, istri, maupun ibu. Dalam keluarga, perempuan seringkali berperan sebagai pengelola keuangan. Kebijaksanaan perempuan dalam mengelola keuangan keluarga akan sangat menentukan tercapainya tujuan keuangan yang telah ditetapkan.
Friderica Widyasari Dewi, Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK, menggambarkan peran suami dan istri dalam keluarga sebagai 'Kepala dan Leher'. Suami sebagai kepala keluarga, dan istri sebagai penopang yang menjaga kepala tersebut tetap tegak.
Perempuan yang telah menjadi ibu juga memiliki peran penting sebagai guru pertama bagi anak-anaknya. Seorang ibu mengajarkan nilai-nilai kehidupan dasar, mempersiapkan anak untuk terjun ke masyarakat, membentuk karakter, serta memperkenalkan konsep uang dan pengelolaan keuangan sejak dini.
R.A. Kartini pernah berkata bahwa masa depan ada di tangan anak-anak, dan anak-anak itu berada di tangan ibu. Dalam masyarakat, banyak perempuan menjadi tulang punggung keluarga, bekerja di sektor informal maupun formal, termasuk dalam UMKM yang didominasi oleh perempuan.
Data dari Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UMKM) menunjukkan bahwa sekitar 64 juta dari 65 juta UMKM di Indonesia adalah usaha mikro, dan 60% di antaranya dikelola oleh perempuan. Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian RI juga menyatakan bahwa UMKM berkontribusi lebih dari 60% terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) nasional dan menyerap hampir 97% tenaga kerja. Hal ini menunjukkan kontribusi signifikan perempuan dalam pembangunan ekonomi nasional.
Contoh nyata dapat dilihat pada aktivitas para penenun Ulos di Pulau Samosir, Sumatera Utara. Ratusan ibu-ibu bekerja keras menenun dari pagi hingga sore sambil mengasuh anak-anak mereka. Gambaran ini mencerminkan kehidupan banyak perempuan di seluruh Indonesia.
Untuk meningkatkan peran perempuan dalam perekonomian, diperlukan peningkatan akses di bidang ekonomi, termasuk literasi dan inklusi keuangan. Literasi dan inklusi keuangan yang baik tidak hanya membantu perempuan merencanakan keuangan, tetapi juga melindungi mereka dari kejahatan di sektor jasa keuangan.
Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLIK) 2024 menunjukkan bahwa tingkat literasi keuangan perempuan mencapai 66,75%, lebih tinggi dari laki-laki sebesar 64,14%. Ini adalah pertama kalinya tingkat literasi keuangan perempuan lebih tinggi dari laki-laki dalam SNLIK.
Data SNLIK 2024 juga mencatat tingkat inklusi keuangan perempuan yang lebih tinggi, yaitu 76,08% dibandingkan laki-laki sebesar 73,97%. Hal ini menunjukkan bahwa tidak ada lagi kesenjangan gender dalam literasi dan inklusi keuangan.
OJK telah memiliki program-program untuk meningkatkan literasi keuangan perempuan, seperti Program Ibu, Anak dan Keluarga Cakap Keuangan (Bundaku) serta Sahabat Ibu Cakap Literasi Keuangan Syariah (SICANTIKS). OJK juga menjadikan perempuan sebagai salah satu sasaran prioritas dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI).
Sejak 1 Januari 2025 hingga 27 Februari 2025, OJK telah menyelenggarakan 120 kegiatan edukasi keuangan yang menjangkau 703.542 peserta di seluruh Indonesia, baik secara daring maupun luring. Kegiatan ini melibatkan kementerian/lembaga, pemerintah daerah, lembaga jasa keuangan, dan komunitas masyarakat.
Teknologi informasi juga dimanfaatkan untuk meningkatkan literasi keuangan masyarakat dan memperluas jangkauan. Platform digital Sikapi Uangmu, sebagai saluran komunikasi khusus untuk konten edukasi keuangan, telah menerbitkan 51 konten edukasi dengan total 216.632 penonton.
Selain itu, terdapat 3.311 pengguna Learning Management System Edukasi Keuangan (LMSKU), dengan total akses modul sebanyak 1.573 kali dan penerbitan 567 sertifikat kelulusan modul.
Upaya peningkatan literasi keuangan didukung oleh penguatan program inklusi keuangan melalui kolaborasi dalam Tim Percepatan Akses Keuangan Daerah (TPAKD). OJK bersama Kementerian Dalam Negeri dan stakeholders terkait telah mendorong pembentukan TPAKD secara penuh di seluruh provinsi (38 provinsi) dan kabupaten/kota (514 kabupaten/kota) di Indonesia.
Selain pemahaman tentang produk dan layanan jasa keuangan serta akses yang mudah, perempuan juga perlu dibekali dengan kemampuan membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Sifat konsumtif menjadi tantangan dalam pemberdayaan ekonomi perempuan. Perempuan juga perlu memiliki pengetahuan tentang investasi, termasuk cara menghindari investasi ilegal.
Kecakapan digital juga penting dalam pemberdayaan perempuan untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga. Perempuan yang cakap digital akan mampu memaksimalkan setiap peluang yang ada.
Pemberdayaan perempuan melalui peningkatan literasi dan inklusi keuangan diharapkan dapat meningkatkan kesetaraan perempuan, terutama di bidang finansial, yang bermanfaat bagi keluarga dan negara.