Nissan Terancam Rugi Lebih dari Rp 80 Triliun Akibat Restrukturisasi dan Penurunan Penjualan

Nissan Motor Co., Ltd. memberikan proyeksi keuangan yang mengkhawatirkan untuk tahun fiskal 2024. Produsen otomotif asal Jepang ini memperkirakan kerugian bersih antara 700 hingga 750 miliar yen, atau setara dengan Rp 82 hingga 88,2 triliun. Angka ini mencerminkan tantangan signifikan yang dihadapi perusahaan di tengah perubahan lanskap persaingan global, penurunan penjualan, dan kebutuhan mendesak untuk restrukturisasi internal.

Proyeksi kerugian ini menjadi catatan kelam dalam sejarah Nissan, menandai kerugian terbesar yang pernah dialami perusahaan. Meskipun laporan keuangan lengkap baru akan dirilis pada 13 Mei 2025, perkiraan awal ini memberikan gambaran yang jelas tentang tekanan finansial yang dihadapi Nissan saat ini.

Dalam menghadapi situasi yang sulit ini, Nissan mengambil langkah-langkah strategis untuk menstabilkan keuangan perusahaan. Salah satu langkah utama adalah program restrukturisasi besar-besaran yang mencakup:

  • Pemangkasan jumlah karyawan hingga 9.000 orang.
  • Penutupan sejumlah pabrik yang dinilai kurang efisien.
  • Perampingan lini model untuk fokus pada produk yang paling menguntungkan.

Tujuan dari restrukturisasi ini adalah untuk menghemat lebih dari $2,5 miliar dan meningkatkan efisiensi operasional secara keseluruhan. Nissan juga secara aktif mencari mitra strategis baru untuk memperkuat posisinya di pasar global.

Selain restrukturisasi, Nissan juga mengakui adanya penurunan nilai aset produksi yang signifikan, terutama di wilayah Amerika Utara, Amerika Latin, Eropa, dan Jepang. Penurunan nilai ini mencapai lebih dari 500 miliar yen dan semakin memperburuk kinerja keuangan perusahaan.

Namun, di tengah tantangan yang ada, Nissan tetap memiliki beberapa kekuatan. Perusahaan melaporkan posisi kas yang solid, dengan harapan dapat mengakhiri tahun fiskal 2024 dengan kas bersih sebesar 1,498 triliun yen. Selain itu, Nissan memiliki 2,2 triliun yen dalam bentuk kas dan setara kas, serta 1,2 triliun yen dalam bentuk pinjaman kepada perusahaan pembiayaan penjualan, sehingga total likuiditas yang tersedia mencapai 3,4 triliun yen.

CEO Nissan, Ivan Espinosa, mengakui tantangan berat yang dihadapi perusahaan, tetapi tetap optimistis tentang masa depan. "Kami sekarang mengantisipasi kerugian bersih yang signifikan untuk tahun ini, terutama disebabkan oleh penurunan nilai aset yang besar dan biaya restrukturisasi seiring dengan upaya kami untuk menstabilkan perusahaan," ujarnya. "Terlepas dari tantangan-tantangan ini, kami memiliki sumber daya keuangan yang signifikan, lini produk yang kuat, dan tekad untuk membalikkan keadaan Nissan di masa depan."

Upaya pemulihan Nissan juga mendapat perhatian dari pihak eksternal. Raksasa teknologi Taiwan, Foxconn, telah menyatakan minatnya untuk bekerja sama dengan Nissan, meskipun mereka lebih memilih kemitraan dengan perusahaan Jepang daripada akuisisi penuh.

Dengan kombinasi restrukturisasi internal, pencarian mitra strategis, dan fokus pada kekuatan yang ada, Nissan bertekad untuk mengatasi tantangan yang ada dan kembali ke jalur pertumbuhan yang berkelanjutan.