Eksploitasi di Klinik Kecantikan Gresik: Mantan Karyawan Alami Keguguran Akibat Beban Kerja Berlebihan dan Pemerasan Ijazah
Kisah pilu seorang mantan karyawan klinik kecantikan di Gresik, Jawa Timur, mencuat ke publik, mengungkap praktik eksploitasi yang berujung pada trauma mendalam. SF (30), bukan nama sebenarnya, menceritakan pengalaman pahitnya selama bekerja di sebuah klinik yang berlokasi di kawasan Gresik Kota Baru (GKB).
SF memberanikan diri untuk berbagi kisah setelah mencuatnya kasus serupa di Surabaya, di mana perusahaan menahan ijazah karyawan. Pengalaman SF jauh lebih mengerikan, meliputi beban kerja berlebihan yang menyebabkan dua kali keguguran, penolakan jaminan kesehatan, hingga pemerasan saat pengunduran diri.
Pada Desember 2021, SF memulai karirnya di klinik tersebut, dengan kontrak kerja yang diperpanjang selama dua tahun. Selama masa kerjanya, ia tidak hanya bertugas melayani pelanggan, tetapi juga diikutkan dalam kursus-kursus yang kemudian dijadikan alasan untuk menuntut denda ketika ia memutuskan untuk mengundurkan diri.
Tragisnya, SF mengalami dua kali keguguran yang didiagnosa dokter disebabkan oleh overwork. Di tengah kondisi kesehatan yang memburuk, klinik tempatnya bekerja tidak memberikan jaminan kesehatan BPJS. Ia dan suaminya harus menanggung biaya pengobatan yang mencapai jutaan rupiah secara mandiri.
"Saya sudah tidak kuat, dokter menyarankan berhenti kerja karena terlalu capek. Tetapi ketika saya ajukan resign, justru pihak klinik meminta saya membayar denda Rp 5 juta," ujar SF dengan nada getir.
Denda tersebut, menurut SF, menjadi syarat mutlak untuk mendapatkan kembali ijazah aslinya yang ditahan oleh perusahaan sejak awal. Dalam kondisi terdesak dan demi mendapatkan kembali ijazah yang sangat penting untuk masa depannya, SF akhirnya terpaksa membayar denda tersebut melalui transfer yang dilakukan oleh suaminya pada 18 November 2023.
"Setelah saya bayar, baru ijazah dikembalikan. Tetapi beban psikologisnya luar biasa, saya sempat tertekan dan trauma," ungkap SF, sambil menunjukkan bukti percakapan berisi ancaman dari pihak klinik.
Kisah SF ini menjadi sorotan dan diharapkan dapat membuka mata Pemerintah Kabupaten Gresik untuk bertindak tegas. Ia berharap kisahnya dapat menjadi pendorong untuk menghentikan praktik-praktik tidak manusiawi semacam ini.
"Semoga tidak ada lagi perempuan, tidak ada lagi pekerja yang harus mengalami apa yang saya alami," pungkasnya dengan nada penuh harap.