OpenAI Kembali Tersandung Gugatan Hak Cipta dari Puluhan Media Digital
OpenAI Kembali Tersandung Gugatan Hak Cipta dari Puluhan Media Digital
Pengembang kecerdasan buatan (AI) di balik chatbot populer ChatGPT, OpenAI, kembali menghadapi gugatan terkait dugaan pelanggaran hak cipta. Kali ini, gugatan diajukan oleh Ziff Davis, sebuah perusahaan media digital yang menaungi lebih dari 45 merek media terkemuka, termasuk IGN, CNET, PCMag, LifeHacker, dan Everyday Health.
Dalam gugatan yang diajukan ke pengadilan federal di Delaware, Amerika Serikat, Ziff Davis menuduh OpenAI telah secara sistematis dan berulang kali menggunakan konten berhak cipta dari berbagai situs web milik mereka tanpa izin. Konten ini dituding digunakan untuk melatih model bahasa besar (LLM) yang menjadi dasar ChatGPT, sehingga memungkinkan chatbot tersebut menghasilkan tanggapan yang informatif dan relevan.
Ziff Davis juga menuding OpenAI telah menghilangkan informasi hak cipta dari konten yang diambil dari situs-situs web mereka. Tindakan ini semakin memperkuat tuduhan pelanggaran hak cipta yang dilayangkan. Gugatan ini muncul setelah Ziff Davis mengklaim menemukan ratusan salinan lengkap konten mereka dalam dataset WebText milik OpenAI, yang sempat tersedia untuk umum.
Akibatnya, Ziff Davis meminta pengadilan untuk:
- Memerintahkan OpenAI untuk menghentikan eksploitasi karya-karya berhak cipta milik Ziff Davis.
- Memerintahkan penghancuran semua dataset dan model AI yang mengandung konten dari media di bawah naungan Ziff Davis.
Menanggapi gugatan tersebut, juru bicara OpenAI, Jason Deutrom, menyatakan bahwa model AI mereka dilatih menggunakan data yang tersedia untuk umum dan berpegang pada prinsip penggunaan wajar (fair use). Deutrom menambahkan bahwa ChatGPT bertujuan untuk meningkatkan kreativitas manusia, mendorong penemuan ilmiah dan riset medis, serta memberdayakan ratusan juta orang dalam kehidupan sehari-hari.
Bukan Gugatan Pertama
Gugatan dari Ziff Davis ini menambah panjang daftar kasus hukum yang dihadapi OpenAI terkait isu hak cipta. Sebelumnya, perusahaan yang didukung oleh Microsoft ini telah digugat oleh The New York Times, Dow Jones, serta sejumlah penulis dan seniman visual dengan tuduhan serupa, yaitu menggunakan karya berhak cipta tanpa izin untuk melatih sistem AI generatif mereka.
Namun, sejumlah perusahaan media lain seperti Vox Media (induk The Verge), The Atlantic, The Financial Times, dan The Associated Press telah memilih jalan yang berbeda dengan menandatangani perjanjian lisensi konten dengan OpenAI.
OpenAI Minta Pelonggaran Aturan Fair Use
Sebelumnya, OpenAI pernah meminta pemerintah untuk melonggarkan aturan terkait penggunaan wajar (fair use) dalam konteks pelatihan AI. OpenAI berpendapat bahwa kebijakan yang lebih fleksibel akan membantu Amerika Serikat mempertahankan keunggulan kompetitif dalam bidang AI, terutama dalam persaingan dengan China.
Permintaan ini diajukan sebagai bagian dari proposal untuk AI Action Plan pemerintahan Donald Trump. Dalam proposalnya, OpenAI mendorong kebijakan yang lebih mendukung inovasi, termasuk mengurangi pembatasan hak kekayaan intelektual yang dianggap “terlalu membebani” perusahaan AI. Salah satu caranya adalah dengan melonggarkan aturan fair use untuk konten yang mengandung hak cipta.
Fair use adalah konsep dalam hukum hak cipta yang memungkinkan penggunaan materi berhak cipta tanpa izin dari pemiliknya dalam kondisi tertentu. Di Amerika Serikat, konsep ini diatur dalam Copyright Act of 1976 dan sering digunakan dalam konteks pendidikan, penelitian, kritik, pelaporan berita, serta parodi.
Isu hak cipta memang menjadi tantangan besar bagi pengembang AI. Model AI seperti ChatGPT dilatih menggunakan data dari berbagai sumber di internet, termasuk situs web, buku, artikel berita, dan dokumen lain yang tersedia secara publik. Banyak materi yang tersedia di internet sebenarnya memiliki hak cipta, meskipun bisa diakses publik.
Inilah yang menjadi perdebatan, karena AI dapat memproses dan "belajar" dari materi tersebut tanpa izin eksplisit dari pemilik hak cipta. Pun, pemilik hak cipta juga tidak menerima kompensasi.
Terlepas dari berbagai gugatan yang dihadapi, OpenAI tetap berpendapat bahwa strategi mereka, yang mendorong pendekatan fair use dan mengurangi pembatasan hak kekayaan intelektual, dapat memberikan manfaat bagi kreator sekaligus menjaga dominasi Amerika Serikat dalam bidang AI dan keamanan nasional.