Kisah Inspiratif Mama Olla: Merajut Warisan Tenun NTT di Tanah Kalimantan
Kisah Inspiratif Mama Olla: Merajut Warisan Tenun NTT di Tanah Kalimantan
Maria Sommi Olla, atau lebih dikenal sebagai Mama Olla, seorang perempuan berusia 65 tahun, dengan lincah menggerakkan jemarinya di atas alat tenun tradisional. Di sebuah rumah sederhana yang terletak di Nunukan Barat, Kalimantan Utara, ia terus menjaga warisan budaya Nusa Tenggara Timur (NTT) melalui keahliannya menenun. Perjalanan hidupnya adalah cerminan dedikasi, ketekunan, dan cinta yang mendalam terhadap seni tradisional.
Awal Mula yang Tak Terduga
Meskipun tumbuh dalam keluarga yang memiliki tradisi menenun, kecintaan Mama Olla terhadap kain tenun tidak datang dengan sendirinya. Masa kecilnya diwarnai dengan kenakalan khas anak-anak, yang membuatnya seringkali berselisih dengan ibunya. Insiden kecil ketika ia ingin bermain dengan teman-teman laki-lakinya sambil mengenakan sarung tenun milik ibunya menjadi titik balik. Teguran keras yang diterimanya memicu kemarahan, namun tanpa disangka, juga menumbuhkan rasa ingin tahu dan keinginan untuk belajar menenun.
"Saya marah karena tidak boleh memakai sarung tenun ibu," kenangnya sambil tersenyum. "Dari situ, saya minta diajarkan menenun. Ibu saya kaget, karena awalnya saya tidak tertarik sama sekali."
Sejak saat itu, Mama Olla mulai menekuni dunia tenun. Ia belajar teknik-teknik dasar, motif-motif tradisional, dan filosofi yang terkandung dalam setiap helai benang. Kecintaannya pada tenun semakin mendalam seiring berjalannya waktu, meskipun sempat terhenti ketika ia bekerja sebagai Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Malaysia pada tahun 2017.
Warisan Empat Generasi
Salah satu harta berharga yang dimiliki Mama Olla adalah sarung tenun berwarna merah marun dengan garis-garis berwarna-warni. Sarung ini bukan sekadar kain baginya, melainkan pusaka keluarga yang telah diwariskan selama empat generasi. Keindahan dan nilai historis sarung tersebut menjadi sumber inspirasi dan motivasinya untuk terus berkarya.
"Sarung ini sudah ada sejak sebelum nenek saya lahir," ungkapnya dengan bangga. "Ini adalah warisan keluarga yang sangat kami jaga."
Kain-kain tenun hasil karya Mama Olla tidak hanya diminati oleh warga lokal, tetapi juga menjadi bagian penting dari tradisi adat di NTT. Permintaan akan kain tenunnya meningkat terutama saat acara adat, kunjungan tamu, dan hari besar keagamaan.
Menghadapi Tantangan dengan Semangat
Setiap hari, Mama Olla menghabiskan waktunya untuk menenun. Dalam seminggu, ia mampu menghasilkan satu kain tenun. Harga kain tenun selendang buatannya berkisar antara Rp 250.000 hingga Rp 300.000, sedangkan sarung tenun yang lebih rumit bisa mencapai Rp 800.000.
"Puji Tuhan, selalu ada saja yang memesan," ujarnya dengan rasa syukur. "Bahkan, banyak yang membayar dengan cara mencicil. Tidak masalah, karena saya tahu kondisi ekonomi warga di sekitar sini."
Namun, Mama Olla juga menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal pemasaran. Keterbatasan teknologi menjadi kendala utama. Ia tidak memiliki telepon pintar dan hanya mengandalkan promosi dari mulut ke mulut.
"Saya tidak punya HP," keluhnya. "Jadi, hanya bisa berjualan secara langsung."
Sebagai seorang wanita lanjut usia, Mama Olla berharap pemerintah dapat memberikan perhatian lebih terhadap usahanya. Ia ingin kain tenunnya lebih dikenal luas, tidak hanya di Nunukan, tetapi juga di seluruh Indonesia.
"Saya masih kuat menenun satu kain dalam seminggu," tegasnya dengan penuh semangat.
Perjuangan Mendapatkan Bahan Baku
Tantangan lain yang dihadapi Mama Olla adalah sulitnya mendapatkan bahan baku, yaitu benang tenun. Ia harus memesan benang langsung dari Adonara, NTT, dengan biaya yang cukup mahal karena ongkos kirim menggunakan kapal laut.
"Ini adalah usaha saya," katanya. "Biarpun untungnya sedikit, yang penting bisa untuk makan keluarga."
Untuk satu atau dua bendel benang, ia harus mengeluarkan biaya hingga Rp 1 juta. Meskipun demikian, Mama Olla tetap bersemangat melanjutkan tradisi tenun ini, berharap usahanya dapat membawa berkah bagi keluarganya.
Dedikasi untuk Melestarikan Warisan
Dengan tekad yang kuat, Mama Olla terus berusaha menjaga dan melestarikan tradisi menenun kain khas NTT yang telah ada sejak empat generasi lalu. Ia menyadari bahwa di era modern ini, tidak banyak orang yang memiliki keterampilan menenun tradisional.
"Sekarang ini, jarang sekali orang yang bisa menenun dengan tangan seperti ini," ujarnya. "Tapi, selama saya masih sehat dan kuat, saya akan terus menenun."
Kisah Mama Olla adalah contoh nyata dari keteguhan hati seorang perempuan yang terus berjuang mempertahankan warisan budaya. Di tengah gempuran modernisasi, ia tetap setia dengan pekerjaannya yang sederhana namun penuh makna, merajut benang-benang yang tidak hanya mengikat kain, tetapi juga mengikat hati dan cerita keluarga yang terus hidup dalam setiap tenunannya.
Daftar Kata Kunci:
- Mama Olla
- Tenun NTT
- Nunukan
- Warisan Budaya
- Kain Tenun
- Tradisi Menenun
- NTT
- Kalimantan
- Kerajinan Tangan
- Perempuan Inspiratif
- Adonara