Penyaluran Hibah Keagamaan di Jawa Barat Ditangguhkan Akibat Temuan Yayasan Fiktif

Gubernur Jawa Barat, Dedi Mulyadi, mengambil langkah tegas dengan menangguhkan sementara penyaluran dana hibah keagamaan yang dialokasikan untuk yayasan dan pesantren di seluruh provinsi. Keputusan ini didasari oleh indikasi kuat adanya praktik penyimpangan dan penyelewengan dalam proses penyaluran dana tersebut.

Dalam sebuah pertemuan yang dihadiri oleh Kepala Kantor Kementerian Agama (Kemenag) serta Kepala Dinas Pendidikan (Kadisdik) se-Jawa Barat, Dedi Mulyadi mengungkapkan kekecewaannya atas temuan sejumlah yayasan fiktif yang sengaja didirikan dengan tujuan utama menyerap dana hibah dari pemerintah provinsi. Ia menyebutkan bahwa beberapa yayasan bahkan mampu memperoleh dana hingga miliaran rupiah tanpa melalui proses verifikasi yang memadai.

"Saya menemukan adanya yayasan-yayasan palsu yang sengaja dibentuk hanya untuk mendapatkan kucuran dana dari pemerintah provinsi, jumlahnya bervariasi, ada yang Rp 1 miliar, Rp 2 miliar, bahkan mencapai Rp 5 miliar. Karena itu, saya memutuskan untuk menghentikan sementara penyaluran dana hibah ini," tegas Dedi Mulyadi.

Lebih lanjut, Dedi Mulyadi menyoroti ketidakadilan dalam mekanisme penyaluran dana hibah selama ini. Ia mengungkapkan bahwa yayasan yang memiliki kedekatan politik atau aksesibilitas yang kuat terhadap pemerintah cenderung lebih mudah mendapatkan bantuan, sementara lembaga-lembaga yang benar-benar membutuhkan justru terabaikan.

"Selama ini, yayasan yang berkembang pesat adalah mereka yang memiliki akses politik atau kedekatan dengan gubernur. Mereka inilah yang terus-menerus menerima bantuan, sementara mereka yang benar-benar membutuhkan, yang berada di lapisan bawah, justru tidak mendapatkan apa-apa," paparnya.

Dedi Mulyadi juga menyinggung praktik pendirian yayasan baru oleh penerima bantuan rutin dengan tujuan untuk kembali mendapatkan dana hibah. Ia menilai bahwa proses verifikasi terhadap yayasan-yayasan baru tersebut tidak dilakukan secara cermat, sehingga membuka peluang terjadinya penyimpangan.

Menanggapi permasalahan ini, Dedi Mulyadi menyatakan bahwa ke depan, pemerintah provinsi akan beralih ke pendekatan yang lebih terukur dan berbasis data konkret dari Kementerian Agama. Pemerintah provinsi berkomitmen untuk membangun madrasah yang benar-benar membutuhkan, dengan memperhatikan jumlah siswa yang jelas dan kebutuhan infrastruktur yang mendesak.

Dengan adanya penangguhan ini, diharapkan proses penyaluran dana hibah keagamaan dapat dievaluasi dan diperbaiki secara menyeluruh, sehingga bantuan dapat tepat sasaran dan memberikan manfaat yang optimal bagi masyarakat yang membutuhkan.