Eks Santriwati Korban Dugaan Tindak Asusila di Lombok Barat Ajukan Permohonan Perlindungan ke LPSK

Sejumlah mantan santriwati yang menjadi korban dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh seorang tokoh pimpinan yayasan pondok pesantren di wilayah Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), telah mengajukan permohonan perlindungan kepada Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK).

Ketua Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Mataram mengungkapkan bahwa permohonan perlindungan dan restitusi telah secara resmi diajukan kepada LPSK. Langkah ini diambil sebagai respons terhadap berbagai bentuk intimidasi dan tawaran yang diterima oleh para korban.

"Ada indikasi upaya ancaman, bahkan tawaran untuk menikahkan korban dengan iming-iming pembiayaan," ungkap Joko, menggambarkan situasi yang dihadapi oleh para korban. Lebih lanjut, Joko menuturkan adanya tawaran yang lebih mencengangkan, yaitu menikahkan korban dengan adik dari terduga pelaku.

Koalisi Stop Kekerasan Seksual NTB mengidentifikasi adanya sekitar 22 mantan santriwati yang diduga menjadi korban tindak asusila yang dilakukan oleh oknum ketua yayasan pondok pesantren tersebut. Dari jumlah tersebut, sembilan orang korban telah memberanikan diri untuk melaporkan kasus kekerasan seksual ini kepada pihak kepolisian.

Para korban yang melapor adalah alumni pondok pesantren dari tahun 2016 hingga 2023. Pada saat kejadian, mereka masih di bawah umur dan berstatus sebagai siswi SMP atau SMA.

Kasus ini mencuat setelah para korban menyaksikan sebuah film serial asal Malaysia berjudul "Bidaah (Walid)" dan kemudian membahasnya dalam sebuah grup alumni. Diskusi tersebut membuka tabir dugaan tindak asusila yang dilakukan oleh AF, pimpinan yayasan pondok pesantren tersebut, terhadap para santriwatinya.