Indonesia Batalkan Kemitraan Investasi Baterai EV dengan LG: Percepatan Realisasi Jadi Alasan Utama

Indonesia Putuskan Hubungan Kerja Sama dengan Konsorsium LG dalam Investasi Baterai EV

Pemerintah Indonesia mengambil langkah tegas dengan membatalkan rencana investasi dari konsorsium yang dipimpin oleh LG dalam pengembangan baterai kendaraan listrik (EV). Keputusan ini, ditegaskan oleh Menteri Investasi dan Hilirisasi/Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) Rosan P. Roeslani, didasari oleh pertimbangan strategis untuk mempercepat realisasi investasi di sektor krusial ini.

Rosan menjelaskan bahwa pembatalan ini secara resmi tertuang dalam surat Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) yang diterbitkan pada 31 Januari 2025. Hal ini sekaligus membantah narasi yang berkembang bahwa LG yang pertama kali memutuskan untuk mundur dari proyek tersebut.

"Bukan LG yang memutus, tapi kami yang memutus," ujar Rosan, menekankan bahwa keputusan ini diambil demi kepentingan nasional.

Alasan utama di balik keputusan ini adalah lamanya proses negosiasi dengan konsorsium LG. Pemerintah Indonesia, kata Rosan, memiliki target untuk segera merealisasikan investasi di sektor baterai EV. Sementara itu, perusahaan asal Tiongkok, Huayou, telah menyatakan minat yang serius untuk berinvestasi dalam pengembangan baterai listrik.

"Negosiasi sudah berlangsung terlalu lama, hampir lima tahun. Kita ingin semua berjalan dengan cepat," jelas Rosan.

Surat pembatalan tersebut, yang ditujukan kepada CEO LG Chem dan LG Energy Solution, dikeluarkan setelah Huayou menunjukkan komitmen yang kuat untuk berinvestasi. Dengan demikian, Huayou diproyeksikan akan menggantikan posisi LG sebagai pemimpin konsorsium investasi baterai listrik.

Sebelumnya, konsorsium asal Korea Selatan yang terdiri dari LG Energy Solution, LG Chem, LX International Corp, dan mitra lainnya, berencana untuk menarik investasi senilai 7,7 miliar dollar AS atau sekitar Rp 129,8 triliun dari proyek pengembangan baterai listrik di Indonesia. Proyek ini meliputi seluruh rantai pasok baterai EV, mulai dari pengadaan bahan baku hingga produksi prekursor, bahan katode, dan pembuatan sel baterai.

Keputusan konsorsium untuk menarik diri, menurut sumber dari kalangan industri Korea Selatan, diambil setelah berkonsultasi dengan pemerintah Indonesia. Faktor lain yang menjadi pertimbangan adalah perlambatan permintaan kendaraan listrik global.

Dengan adanya perubahan ini, pemerintah Indonesia akan fokus untuk menjalin kemitraan dengan investor yang dapat merealisasikan investasi baterai EV dengan lebih cepat dan efisien. Pengembangan industri baterai EV merupakan bagian penting dari strategi Indonesia untuk menjadi pemain utama dalam rantai pasok kendaraan listrik global.