Mantan Kakanwil DJP Jakarta Khusus Jadi Tersangka Gratifikasi, KPK Belum Lakukan Penahanan

Mantan Pejabat Pajak Tersangka Gratifikasi, Belum Ditahan

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menyelesaikan pemeriksaan terhadap Muhammad Haniv (MH), mantan Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jakarta Khusus, terkait dugaan kasus gratifikasi. Pemeriksaan yang berlangsung di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta, Jumat (7/3/2025) berakhir pukul 13.16 WIB. Menariknya, meski telah ditetapkan sebagai tersangka, MH meninggalkan gedung KPK tanpa ditahan. Ia terpantau meninggalkan lokasi dengan menggunakan taksi dan memilih untuk tidak memberikan komentar kepada awak media.

Perlu ditekankan bahwa penetapan tersangka MH ini terkait dugaan penerimaan gratifikasi yang terjadi selama ia menjabat sebagai Kakanwil DJP Jakarta Khusus periode 2015-2018. Juru bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangan resmi sebelumnya telah menjelaskan bahwa pemeriksaan tersebut merupakan bagian dari pengusutan dugaan tindak pidana korupsi gratifikasi di lingkungan DJP Kementerian Keuangan. Ia juga menyebutkan bahwa MH sebelumnya juga menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah DJP Banten periode 2011-2015.

Kronologi dan Dugaan Modus Operandi

Penetapan tersangka terhadap MH dilakukan pada 12 Februari 2025. Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa MH diduga menyalahgunakan jabatannya untuk meminta sejumlah uang kepada beberapa pihak. Uang tersebut, menurut KPK, digunakan untuk membiayai bisnis fesyen milik anaknya. Modus yang digunakan diduga melibatkan pengiriman email permintaan bantuan modal kepada sejumlah pengusaha yang juga merupakan wajib pajak.

Berdasarkan bukti-bukti yang dikumpulkan, KPK mengungkap bahwa MH menerima gratifikasi sebesar Rp 804 juta untuk keperluan bisnis anaknya. Namun, jumlah tersebut hanyalah sebagian kecil dari total dugaan penerimaan gratifikasi yang mencapai angka fantastis, yaitu Rp 21,5 miliar. KPK menyoroti bahwa asal-usul miliaran rupiah tersebut tidak dapat dijelaskan oleh MH. Atas perbuatannya, MH dijerat dengan Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Implikasi dan Langkah Selanjutnya

Ketidakadaan penahanan terhadap MH pasca pemeriksaan menimbulkan pertanyaan publik. Meskipun KPK belum memberikan penjelasan resmi terkait hal tersebut, proses hukum terhadap MH akan terus berlanjut. KPK dipastikan akan terus mengumpulkan bukti dan keterangan untuk memperkuat berkas perkara guna menghadapi persidangan. Kasus ini menjadi perhatian publik karena menyoroti dugaan penyalahgunaan wewenang oleh pejabat publik di sektor pajak, yang berdampak pada kerugian negara dan menggerus kepercayaan publik terhadap integritas aparatur negara.

KPK menyatakan komitmennya untuk mengusut tuntas kasus ini dan memastikan keadilan ditegakkan. Publik pun berharap proses hukum akan berjalan transparan dan akuntabel, serta memberikan efek jera bagi pelaku korupsi di lingkungan pemerintahan.