Kejagung Ungkap Dugaan Suap Hakim Kasus Minyak Goreng: Koper Berisi Miliaran Rupiah Ditemukan di Rumah Tersangka
Kejagung Ungkap Dugaan Suap Hakim Kasus Minyak Goreng: Koper Berisi Miliaran Rupiah Ditemukan di Rumah Tersangka
Tim Satuan Khusus Pemberantasan Korupsi Kejaksaan Agung (Kejagung) melakukan penggeledahan mendadak di kediaman Hakim Ali Muhtarom, seorang tersangka dalam kasus dugaan suap terkait dengan vonis lepas dalam kasus korupsi minyak goreng yang melibatkan sejumlah korporasi besar di Jepara, Jawa Tengah. Operasi penggeledahan ini membuahkan hasil yang mengejutkan, dengan ditemukannya sebuah koper berisi uang tunai senilai Rp 5,5 miliar yang disembunyikan di bawah kasur di salah satu kamar rumah hakim tersebut.
Menurut rekaman video yang beredar, tim penyidik Kejagung terlihat memasuki sebuah kamar di rumah Hakim Ali Muhtarom, didampingi oleh seorang wanita yang diduga anggota keluarga. Wanita tersebut membantu petugas dalam mencari barang bukti di bawah tempat tidur. Petugas menemukan sebuah kardus yang setelah ditarik keluar, ternyata berisi sebuah karung yang di dalamnya terdapat sebuah koper berwarna hitam. Saat koper tersebut dibuka, petugas menemukan tumpukan uang tunai dalam pecahan dolar Amerika Serikat.
"Udah dapat, udah," ujar salah seorang petugas dalam video tersebut.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung, Harli Siregar, membenarkan penemuan uang tunai tersebut dan menyatakan bahwa pihaknya akan memberikan penjelasan lebih lanjut mengenai kasus ini dalam konferensi pers yang dijadwalkan pada siang hari ini.
Kasus ini bermula dari pengadilan terhadap tiga korporasi besar, yaitu PT Wilmar Group, PT Permata Hijau Group, dan PT Musim Mas Group, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta atas dugaan korupsi dalam kasus minyak goreng. Ketiga korporasi tersebut menunjuk Marcella Santoso dan Ariyanto Bakri sebagai pengacara mereka. Majelis hakim yang terdiri dari Djuyamto, Agam Syarif Baharudin, dan Ali Muhtarom kemudian menjatuhkan putusan ontslag atau lepas, yang berarti bahwa perbuatan yang dilakukan oleh ketiga korporasi tersebut bukanlah tindak pidana.
Kejaksaan Agung kemudian melakukan penyelidikan lebih lanjut dan menemukan indikasi kuat adanya praktik suap di balik putusan kontroversial tersebut. Berdasarkan hasil penyelidikan, Kejagung menetapkan delapan orang sebagai tersangka, termasuk empat hakim, satu panitera, dan dua pengacara. Daftar tersangka tersebut adalah:
- Muhammad Arif Nuryanto (MAN), Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (PN Jaksel)
- Djuyamto (DJU), Ketua Majelis Hakim
- Agam Syarif Baharudin (ASB), Anggota Majelis Hakim
- Ali Muhtarom (AM), Anggota Majelis Hakim
- Wahyu Gunawan (WG), Panitera
- Marcella Santoso (MS), Pengacara
- Ariyanto Bakri (AR), Pengacara
- Muhammad Syafei (MSY), Social Security Legal Wilmar Group.
Diduga kuat, Muhammad Arif Nuryanto, yang sebelumnya menjabat sebagai Wakil Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat (Waka PN Jakpus) dan memiliki wewenang untuk menunjuk hakim yang mengadili perkara, terlibat dalam persekongkolan dengan pihak Marcella dan Ariyanto. Aliran dana suap sebesar Rp 60 miliar diduga mengalir ke Arif Nuryanto, yang kemudian sebagian dana tersebut dialirkan kepada ketiga majelis hakim. Wahyu Gunawan, selaku panitera, diduga berperan sebagai perantara dalam praktik suap tersebut. Kasus ini menjadi sorotan publik dan menimbulkan pertanyaan besar mengenai integritas sistem peradilan di Indonesia.