Kasus Perundungan di Pringsewu, Remaja 13 Tahun Ditetapkan Sebagai Anak yang Berhadapan dengan Hukum

Kasus perundungan yang sempat viral di media sosial, yang terjadi di Kabupaten Pringsewu, Lampung, memasuki babak baru. Pihak kepolisian Resor Pringsewu telah menetapkan IA, seorang remaja berusia 13 tahun, sebagai Anak Berhadapan dengan Hukum (ABH). Penetapan status ini merupakan tindak lanjut dari laporan dugaan perundungan terhadap seorang remaja putri berinisial CHF, yang berusia 14 tahun.

Proses penetapan IA sebagai ABH dilakukan setelah penyidik dari Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) Satreskrim Polres Pringsewu melakukan serangkaian pemeriksaan intensif. Tidak hanya itu, gelar perkara juga dilaksanakan sebanyak dua kali untuk memastikan penanganan kasus ini dilakukan secara cermat dan sesuai prosedur hukum yang berlaku. Plh. Kasat Reskrim Polres Pringsewu, Ipda Candra Hirawan, dalam keterangan resminya pada Senin (21/4/2025) membenarkan peningkatan status IA menjadi ABH.

Menurut Ipda Candra, penyidik telah mengumpulkan minimal dua alat bukti yang dianggap cukup untuk menetapkan IA sebagai pelaku tindak kekerasan terhadap anak. Atas perbuatannya tersebut, IA disangkakan melanggar Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Pasal ini mengatur tentang kekerasan terhadap anak yang menyebabkan luka fisik atau psikis. Ancaman hukuman bagi pelanggaran pasal ini adalah pidana penjara maksimal tiga tahun dan enam bulan.

Meskipun telah ditetapkan sebagai ABH dan terancam hukuman pidana, pihak kepolisian tidak melakukan penahanan terhadap IA. Pertimbangan utama dalam keputusan ini adalah usia IA yang masih di bawah 14 tahun. Hal ini sesuai dengan ketentuan Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak. Pasal tersebut mengatur bahwa anak yang belum berusia 14 tahun tidak boleh ditahan, kecuali dalam kondisi-kondisi tertentu yang sangat luar biasa dan diatur lebih lanjut dalam undang-undang. Polisi akan terus melakukan pendampingan dan pengawasan terhadap IA selama proses hukum berjalan.

Kasus perundungan ini mencuat ke publik setelah video yang memperlihatkan aksi perundungan terhadap CHF beredar luas di media sosial. Berdasarkan informasi yang dihimpun, tindakan perundungan tersebut diduga dilatarbelakangi oleh masalah asmara antara korban dan pelaku. Pihak kepolisian mengimbau kepada masyarakat untuk tidak main hakim sendiri dan menyerahkan sepenuhnya penanganan kasus ini kepada pihak berwajib. Selain itu, masyarakat juga diimbau untuk lebih bijak dalam menggunakan media sosial dan tidak menyebarkan konten-konten yang mengandung unsur kekerasan atau perundungan.

  • Pasal 80 ayat (1) juncto Pasal 76C Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak
  • Pasal 32 ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak