Sidang Korupsi Semarang Ungkap Dugaan Permintaan Dana Eks Wali Kota
Kasus dugaan korupsi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang memasuki babak baru dengan dimulainya sidang perdana di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Semarang. Sorotan utama tertuju pada mantan Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryati Rahayu, yang akrab disapa Mbak Ita, terkait dugaan permintaan dana sebesar Rp 300 juta dari iuran pegawai Badan Pendapatan Daerah (Bapenda) Kota Semarang.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengungkap bahwa dana yang disebut sebagai “iuran kebersamaan” itu dikumpulkan dari para pegawai Bapenda. Tujuan pengumpulan dana ini disebutkan untuk membiayai berbagai kegiatan di luar anggaran resmi, seperti acara Dharma Wanita, rekreasi, pemberian bingkisan hari raya, dan pengadaan seragam batik. Proses pengumpulan iuran ini dikoordinasi oleh Kepala Bapenda Kota Semarang, Indriyasari, dan kemudian disetorkan kepada Sarifah, yang menjabat sebagai Kepala Bidang Pengawasan dan Pengembangan Pajak Daerah dan Retribusi.
Dalam persidangan terungkap kronologi dugaan permintaan dana oleh Mbak Ita. Pada Desember 2022, Indriyasari mengajukan draf Surat Keputusan Wali Kota terkait alokasi insentif pajak atau tambahan penghasilan bagi Aparatur Sipil Negara (ASN). Draf tersebut diserahkan melalui Endang Sri Rejeki, Kepala Subbagian Perencanaan Produk Hukum. Namun, Mbak Ita disebut tidak setuju dengan besaran insentif yang dialokasikan untuk dirinya, menganggapnya lebih kecil dari yang diterima oleh Sekretaris Daerah. Akibatnya, ia menolak untuk menandatangani surat keputusan tersebut.
Meski Indriyasari telah menjelaskan dasar hukum pengajuan insentif tersebut, Mbak Ita tetap pada pendiriannya. Pada tanggal 22 Desember 2022, Indriyasari kembali menemui Mbak Ita dan menyampaikan bahwa nilai tambahan penghasilan yang diajukan untuk pegawai Bapenda lebih kecil dari yang diajukan untuknya. Saat itulah, Mbak Ita diduga memberikan respons dengan kalimat “kok sak mono” (kok segitu).
Selanjutnya, Indriyasari menjelaskan bahwa para pegawai Bapenda telah mengumpulkan dana iuran kebersamaan sebesar Rp 900 juta. Menanggapi hal tersebut, Mbak Ita disebut mengatakan “yowis to” sambil melihat angka yang tertulis di kertas dan kemudian menuliskan angka 300, yang diartikan sebagai permintaan jatah sebesar Rp 300 juta. Dana tersebut kemudian diserahkan kepada Mbak Ita pada tanggal 29 Desember 2022, setelah terjadi kesepakatan.
Kasus ini merupakan bagian dari rangkaian kasus dugaan korupsi yang terjadi di lingkungan Pemerintah Kota Semarang. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melimpahkan tiga berkas perkara terkait kasus ini ke Pengadilan Negeri Semarang. Selain berkas atas nama Hevearita dan suaminya, Alwin Basri yang merupakan mantan Ketua Komisi D DPRD Jawa Tengah, terdapat juga berkas atas nama Martono, Ketua Gapensi Kota Semarang, dan Rachmat Utama Djangkar, Direktur Utama PT Deka Sari Perkasa.
Keempatnya diduga terlibat dalam tindak pidana korupsi terkait pengadaan barang/jasa serta gratifikasi di lingkungan Pemkot Semarang pada periode 2023–2024. Hevearita dan Alwin diduga sebagai pihak penerima suap, sementara Martono dan Rachmat diduga sebagai pemberi suap.