Maraknya Kasus Pelecehan Seksual: Analisis Akar Permasalahan dan Solusi

Fenomena pelecehan seksual yang dilakukan oleh individu-individu yang memiliki status sosial tinggi, seperti dokter, polisi, profesor, hingga tokoh agama, menjadi sorotan tajam. Sosiolog dari UIN Walisongo Semarang, Nur Hasyim, memberikan analisis mendalam mengenai akar permasalahan ini dan menawarkan solusi untuk mencegahnya.

Relasi Kuasa sebagai Pemicu

Menurut Hasyim, akar dari tindakan pelecehan seksual ini terletak pada relasi kuasa yang tidak seimbang antara pelaku dan korban. Korban seringkali berada dalam posisi yang lebih lemah secara hierarki, sehingga rentan menjadi sasaran pelaku. Contohnya, seorang profesor memiliki kekuasaan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan untuk mengeksploitasi mahasiswi. Demikian pula, dokter memiliki otoritas medis yang dapat digunakan untuk melakukan tindakan yang tidak pantas terhadap pasien. Bahkan, tokoh agama yang dihormati pun dapat menyalahgunakan statusnya untuk melakukan pelecehan.

"Faktor dominan mengapa kekerasan seksual terjadi dan dilakukan oleh orang-orang dengan jabatan akademik, status keagamaan, lalu dokter dan lain-lain itu karena ada faktor kuasa atas korban," ujar Hasyim.

Dorongan seksual memang menjadi faktor pendorong, namun relasi kuasa menjadi faktor yang memungkinkan terjadinya kekerasan tersebut. Kekuasaan memberikan pelaku kesempatan untuk melakukan tindakan bejat tanpa takut akan konsekuensi.

Etika dan Moralitas Sebatas Teori

Selain relasi kuasa, Hasyim juga menyoroti bahwa etika dan moralitas seringkali hanya dipahami sebagai pengetahuan teoritis, tanpa diimplementasikan dalam perilaku sehari-hari. Moralitas seharusnya menjadi kebiasaan yang tertanam sejak kecil, namun banyak individu, terutama laki-laki, tidak diajarkan untuk menghormati integritas dan otonomi tubuh orang lain.

Budaya patriarki yang masih kuat di Indonesia juga memperburuk situasi ini. Perempuan seringkali dipandang sebagai objek seksual, dan candaan seksis serta gurauan yang merendahkan perempuan dinormalisasi dalam lingkungan sosial dan profesional.

"Agama, lalu pengetahuan tentang apa yang boleh dan tidak boleh hanya sebagai pengetahuan, bukan sebagai pedoman sikap dan berperilaku," jelas Hasyim.

Menciptakan Ruang Aman dan Solusi Konkret

Untuk menciptakan ruang aman bagi perempuan, Hasyim menekankan pentingnya memberikan konsekuensi yang tegas kepada pelaku pelecehan seksual, baik secara hukum, sosial, maupun profesional. Impunitas bagi pelaku harus dihentikan, dan kasus-kasus kekerasan seksual harus diproses secara transparan, tanpa disembunyikan atas nama baik institusi.

Selain itu, edukasi mengenai hak otonomi dan integritas tubuh juga sangat penting. Masyarakat perlu memahami bahwa setiap orang memiliki hak untuk menentukan apa yang boleh dan tidak boleh dilakukan terhadap tubuhnya. Pelanggaran terhadap hak ini merupakan bentuk perendahan martabat kemanusiaan.

Berikut langkah-langkah penting dalam penanganan kasus pelecehan seksual:

  • Penegakan Hukum yang Tegas: Pelaku harus diproses hukum tanpa pandang bulu, termasuk tokoh agama atau akademisi.
  • Sanksi Sosial dan Profesional: Pelaku harus menerima sanksi sosial yang sesuai dengan perbuatannya, dan profesinya dapat dicabut jika terbukti bersalah.
  • Edukasi Komprehensif: Edukasi tentang hak otonomi tubuh dan kesetaraan gender harus diberikan sejak usia dini.
  • Perubahan Perilaku: Pelaku harus menjalani proses perubahan perilaku untuk mencegah mereka melakukan tindakan serupa di masa depan.

Dengan menerapkan langkah-langkah ini, diharapkan kasus pelecehan seksual dapat dicegah dan korban dapat merasa aman dan terlindungi.